FIRST DAY
Start from Jakarta at 22.00
SECOND DAY
Arrived at the home stay at 4:00
a.m. after traveling for seven hours from Jakarta with fairly comfortable road
conditions even though the vehicle we were riding was not air-conditioned alias
non-ac. The weather around the home stay
is cool enough to mix mountain and beach air, but for the time being it cannot
be oriented on the situation around the home stay but those who want to
immediately enter the home stay to take a shower and carry out the duties of
dawn worship, the bathroom conditions are good enough for size and the
conditions in this area, the coolness of the water can relieve fatigue but
unfortunately this is a long enough dry season so that by itself must save
water and even this can be adhered to so that all can enjoy the coolness of the
water.
Tiba di home stay pukul 04.00
pagi setelah menempuh perjalanan selama tujuh jam dari Jakarta dengan kondisi
jalan yang cukup nyaman walaupun kendaraan yang kami tumpangi tidak berpenyejuk
udara alias non-ac. Udara disekitar home stay cukup sejuk percampuran udara
pegunungan dan pantai, untuk sementara belum dapat berorientasi bagaimana
situasi disekitar home stay tetapi yang pasti ingin segera langsung masuk
kedalam home stay untuk segera mandi dan menjalankan kewajiban ibadah subuh, kondisi
kamar mandi yang cukup baik untuk ukuran dan kondisi didaerah ini, sejuknya air
dapat menghilangkan rasa penat tetapi sayang saat ini musim kemarau yang cukup
panjang sehingga dengan sendirinya harus berhemat air dan inipun dapat ditaati
agar semua bisa menikmati kesejukan air.
The plan to take a break was not
realized because the morning sun had illuminated around the home stay, and as a
result we talked more about home stay while enjoying warm drinks and snacks.
Jam tujuh kami digiring ke rumah
pak Djaya seorang local guide yang rencananya akan membawa kami berkeliling dan
dirumah beliau kami diwajibkan untuk sarapan pagi dan tentu saja tidak kami
tolak karena ini adalah bagian dari kesepakatan, meal is included and nasi
goreng is the standard for breakfast, no complain and everybody enjoying the
meal, seven hours of travel is not a short time and is very boring and don't be
asked if we are not starving so nasi goreng with egg fried is a solution this
time.
selama kami menikmati sarapan pak
Djaya menjelaskan secara umum apa arti geo park dan apa saja yang dapat
dinikmati dilokasi ini, dan kami pun mendengarkan dengan sambil mengunyah
makanan, sesekali diselingi dengan tawa ataupun pertanyaan sehingga tanpa
terasa penjelasan yang diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti membuat
kami ingin segera berangkat menuju lokasi yang diceritakan dan seperti biasanya
dan sudah bagian dari budaya masyarakat kita bahwa ada kondisi lokal yang harus
ditaati salah satunya adalah tidak diijinkannya untuk berenang di air terjun.
Tetapi sangat disayangkan pak
Djaya tidak dapat menemani karena kebetulan dilokasi ini sedang ada acara yang
dihadiri oleh pejabat-pejabat daerah dan sebagai bagian dari tuan rumah pak
Djaya harus bertugas dalam acara ini sehingga untuk urusan kami, beliau
menunjuk asistennya kang Andi untuk menemani kami, apaboleh dikata, kami harus
menerima kondisi ini.
Jam delapan perjalanan dimulai
dari rumah pak Djaya, melewati Panenjoan dimana lokasi acara resmi seperti yang
diceriterakan pak Djaya, keramaian mulai nampak, panggung acara, kesenian
daerah, pedagang, stand-stand pengisi layaknya sebuah pekanraya daerah.
Lepas Panenjoan perjalanan mulai
menemukan ciri khasnya,
berkelok-kelok dengan kontur jalan yang berbeda dengan kondisi jalan yang cukup nyaman sehingga walaupun tanpa penyejuk udara kami masih bisa menikmati perjalanan dengan pemandangan yang indah walaupun dalam kondisi kemarau masih dapat dinikmati apalagi jika dimusim hujan atau pasca musim hujan, sudah pasti pemandangan disini sangat indah.
berkelok-kelok dengan kontur jalan yang berbeda dengan kondisi jalan yang cukup nyaman sehingga walaupun tanpa penyejuk udara kami masih bisa menikmati perjalanan dengan pemandangan yang indah walaupun dalam kondisi kemarau masih dapat dinikmati apalagi jika dimusim hujan atau pasca musim hujan, sudah pasti pemandangan disini sangat indah.
CURUG CONDONG (in the long dry season)
Bagaimanpun keindahanya dapat
dinikmati walaupun dalam kondisi keamarau panjang dan cobalah untuk
membayangkan bagaimana indahnya jika kondisi air normal.
Dari curug Condong perjalanan
dilanjutkan dengan berjalan kaki menaiki bukit dengan kondisi bukit yang
memerlukan tenaga untuk dilewati, kemiringan empat puluh lima derajat sampai 70
derajat sehingga benar-benar harus berhati-hati apalagi kondisi jalan terdiri
dari bebatuan dan tanah, dapat dibayangkan jika kondisi hujan tetapi selebihnya
inilah tantangan dan menantang untuk ditaklukan dan jangan kuatir itu hanya
beberapa menit saja selebinya adalah track yang sangat manarik.
PANTAI CILETUH
Kondisi pantai seperti layaknya pantai
pada umumnya, pantai berpasir hitam ini lumayan ramai dan kelebihannya adalah
tulisan penanda bahwa disini dan sekitarnya merupakan taman geologi Ciletuh.
Jika menyimak penjelasan pak
Djaya, sebetulnya dapat menggunakan kapal yang memang khusus disewakan untuk
menikmati taman geologi disepanjang pantai yang tidak dapat ditempuh dengan
berjalan kaki, tetapi sayang adventures kali ini tidak dilaksankana karena
waktu yang membatasi.
Selepas jam 12 siang kami
melaksanakan kewajiban pemenuhan isi perut dan kali ini kang Adni membawa kami
kelokasi tempat makan yang cukup nyaman dengan pemandangan yang indah sehingga
selera makan siang semakin terpenuhi.
Hanya berjarak tidak lebih dari
lima ratus meter dari lokasi makan siang, curug ini dapat ditempuh dengan mudah
dan barangkali jika menggunakan sepatu highhill masih dapat mencapai curug ini ,
disepanjang perjalanan banyak dijumpai warung, dari yang menjual kelapa muda
sampai mie ayam dan souvenir dapat dinikmati dan walaupun dalam kemarau
panjang, keindahan curug ini tidak hilang.
Tempat ini adalah lokasi dimana
dapat melihat pantai Ciletuh dengan lebih luas, berada diketinggian 230 mdpl
dengan kondisi kontur jalan yang terjal
dan curam kondisi dan dengan
pertimbangan keselamatan dan kondisi kendaraan atau untuk mereka yang masih sayang dengan
kendaraannya atau tidak mempunyai sarana untuk menuju ke puncak dapat
menggunakan angkutan bak terbuka yang memang dapat disewa khusus atau kendaraan
sewaan lainnya seperti Ojek motor.
Tanpa banyak pertimbangan maka
keputusan naik mobil bak terbuka sungguh tepat selain akan menghilangkan
kebosanan juga merupakan bagian dari keunikan dalam perjalanan kali ini apalagi
setelah mengetahui bagaimana ketika sang supir berkali kali memindahkan gigi perseling
ketika pedal gas sudah tidak lagi membantu kendaraan melaju ditanjakan, tarikan
napas penumpang bercampur dengan terhisapnya debu apalagi ini terjadi dilokasi
jalan yang masih dalam taraf perbaikan, tetapi semua itu tidak membuat kami
surut malahan semakin banyak celotehan dan tawa semakin andrenalin terasa naik.
Puncak Darma adalah bagian dari
perbukitan yang paling menonjol dari bukit-bukit lainnya, memiliki bidang datar
yang cukup menampung puluhan mobil dan motor, dilengkapi dengan fasilitas
pendukung berupa warung-warung dan parkir dan tentunya banyaknya spot foto yang
menantang.
Salah satu hal yang disayangkan
adalah salahnya waktu untuk berada di Puncak Darma sehingga untuk menunggu “sunset” terasa begitu lama dan
membosankan ditambah dengan kang Andi asisten local guide yang meminta kami
untuk segera kembali mengingat adanya acara resmi di lokasi Panenjoan yang
dikhawatirkan akan menimbulkan kemacetan dan pengalihan lalu lintas .
Rasa kecewa dan pengertian harus
dicampurkan, kebetulan cuacapun tidak begitu mendukung, kumpulan awan sedikit
menutupi cahaya matahari dan ini juga membuat keraguan apakah sunset akan dapat
dinikmati di puncak Darma ini, apaboleh buat kamipun harus berkompromi dengan
rasa kecewa dan kembali menaiki bak terbuka dan sedikit terhibur dengan canda
dan tawa saling lempar diantara kami, setidaknya kami sudah menikmati puncak
Darma dengan berfoto ria .
KEMBALI KE HOME STAY
Keramaian masih nampak di
Panenjoan, suara musik saling bertabrakan antara yang modern dan tradisional, beberapa
dari kami mulai berencana untuk mencoba mendatangi lokasi ini nanti malam
walaupun tanpa harus diikat dengan janji dan kepastian karen nampaknya suara
azan magrib dan turunnya sinar matahari yang mulai meredup menyambut kami tiba
di home stay.
I have been anticipating since
the trip back to home stay that I have to go first to the bathroom considering
the limited water in the dry season and this is not realized by other friends
and as a result I just feel the fresh water when taking a shower (sorry guys) at seven o'clock dinner was ready
and coincidentally next to the home stay there was a stilt house (“saung”) so
we decided to eat at that place and this added to the delicious taste of dinner
especially this time there was grilled fish with sambal which was quite
delicious.
THIRD DAY
My habit of getting up early at
4:00 am was rewarded because at that hour I had entered the bathroom and I realized that water was available for
bathing after a night of being accommodated and this was very encouraging, I
could take a quiet bath where the other friends were still asleep.
Jam tujuh kami berkumpul dirumah Pak Djaya untuk sarapan
pagi dan seperti kemarin juga pak Djaya Kembali memberikan penjelasan
mengenai rute perjalanan hari ini dan juga tidak lupa memberikan anjuran untuk
mentaati peraturan lokal yang tidak tertulis “ jangan berenang di air terjun “
CURUG AWANG.
Selepas jalan aspal mobil
berbelok kekiri dan melewati jalan yang belum tersentuh aspal membuat semua penumpang
terguncang-guncang didalam mobil tanpa penyejuk udara, beruntung hal ini tidak
berlangsung lama dan tidak lebih dari lima belas menit selepas jalan aspal tadi
kami sudah sampai di tempat parkir dan ada sedikit rasa kecewa ketika melimat
lokasi parkir yang kurang memadai, ada terbersit dalam hati apakah kali ini
kami akan melihat sesuatu yang juga mengecewakan ?
Tidak sampai sepuluh menit
berjalan kaki nampaklah dikejauhan..................
Sebuah lukisan alam ciptaan Yang
Maha Kuasa, sebuah keindahan yang tidak dapat dijelaskan dengan perbendaraan
kata selain menyebuh namaNYA, inilah negeri tercinta Indonesia, negeri Indah
yang dipuja sepanjang masa, tidak terhingga walaupun dimusim kemarau, keindahan itu tidak tersembunyi dengan
dibalut oleh bingkai bukit dan sawah yang indah, nun dikejauhan nampak laut
biru menambah hiasan lukisan alam ini.
sedidkit membutuhkan tenaga untuk mencapai lokasi ini, dan memang inilah cara untuk menikmati keindahan, berkeringat dahulu berfoto kemudian,
jika mata memandang kesemu arah mata angin maka akan banyak keindahahan dapat dilihat
lalu nikmatilah dan berpestalah dengan gaya dan imajinasi
kembali tenaga harus dikeluarkan untuk menuju air terjun, bukan perkara mudah bagi yang jarang bermain dialam bebas dan sekali lagi tekad dan semangat adalah kuncinya
dan hasilnya adalah sajian keindahan
setelah berpuas dengan berbagai gaya maka dengan keterbatasan waktu tempat ini harus ditinggalkan dan seperti semua bahwa kembali mata dimanjakan dengan keindahan
PANENJOAN
Destinasi akhir dari perjalanan
wisata adalah “ Panenjoan “ merupakan salah satu lokasi yang cukup nyaman untuk
melihat pantai Ciletuh dari kejauhan dan juga terdapat musium Geologi Ciletuh
yang kondisinya sangat sederhana dan tentunya seperti juga kondisi musim di
negeri ini, peminatnya terbatas dikalangan tertentu.
Jam dua belas kami sudah kembali
ke rumah pak Djaya untuk makan siang, sebagai penutup hari terakhir ini menu
makan sangat nikmat, sayur asem kecombrang, ikan bakar, sambel mentah
kecombrang dan nasi hitam.
Menu tersebut ternyata sangat
baik untuk kami karena selepas jam 14,00 kami sudah terlelap didalam mobil yang
kembali ke Jakarta.
Catatan perjalanan Oktober 2018.