Selasa, 21 Mei 2024

NYULU



Begitu terdengar suara imam mengucap assalaimualaikum salam kedua menandakan waktu shalat  isya selesai dan tanpa menunggu doa selesai kami berada di shaft paling belakang langsung berhambur keluar  berlarian menuju rumah haji Asenih ayah Toing, yg letaknya tidak jauh diseberang langgar haji Usman, kami berlima sudah janjian untuk nyulu malam ini dan tentunya kami sudah pula meminta ijin dari orang tua kami masing-masing.

Liburan sekolah memang sangat dinanti-nanti apalagi kami sudah berembuk untuk mengisi libur pada malam pertama yaitu dengan nyulu atau nyolen.
Malam ini udara sangat sejuk terasa, lima orang anak-anak yang masing-masing ada yang sudah duduk dikelas enam dan yang paling kecil duduk dikelas empat sekolah dasar satu Tebet Barat.

Tohir nama yang tertulis didalam daftar absensi sekolah tapi dia lebih dikenal sebagai Toing yang  segera memanggil kami untuk  membantu mengeluarkan peralatan dari kotak yang terletak di belakang darpu, lampu karbit, parang, bambu tongkat, kranjang bambu, Toing mempunyai peralatan lengkap untuk nyulu karena itulah dia juga dikenal sebagai anak yang ulung menangkap ikan dan untuk urusan nyulu, dia didapuk  sebagai ketua dan yang lain tinggal mengikuti apa yang Toing tunjukan.

Cuaca cukup bagus ditandai dengan gerombolan bintang bersinar dilangit dan kunang-kunang berterbangan ketika kami berlima setengah berlari keluar gang ganefo enam, menyeberang jalan tebet barat yg aspalnya tidak jelas lalu turun lewat jalan setapak menuju kali tebet yang dangkal memanjang melintas menuju arah rawa bilal sementara suara bel becak yang berlari bolak balik dari arah utara keselatan dan sebaliknya, juga suara radio transistor dari warung rokok milik bang regar terdengar jelas saat kami sampai didasar kali yang air lumayan bening dan terlihat pantulan lampu2 rumah yang berdiri ditepi kali.

Lampu karbit dinyalakan Toing setelah tabungnya diisi air kali dan seketika sekitar kami jadi terang dan nampak kilatan parang ditangan kanan Toing, aku bertugas memegang bambu tongkat yg digunakan untuk menggoyang2 semak2 ditepi kali, Engho bertugas membawa keranjang bambu tempat ikan dan nampak sekali sosok wajahnya yg putih bersih dan bila tersenyum matanya tinggal segaris dia satu2nya teman kami yang setiap ikut sholat di langgar kami harus minta ijin ke orangtuanya agar diperbolehkan, Deris bertugas membawa lampu karbit yg posisinya harus berdekatan dengan Toing yg sigap menebas ikan yg muncul dipermukaan, sedangkan Iwan bertugas mengambil ikan yg sudak pingsan atau terluka kena parang Toing dan memasukan ke keranjang Engho.

langkah kaki harus seirama dan tidak boleh terlalu tergesa-gesa agar ikan-ikan yang ada dipermukaan tidak lari menjauh atau menyelam ke balik semak-semak. Toing tidak membiarkan ikan atau belut  melintas dipermukaan air didepan langkahnya, sabetan parangnya sangat cepat dan yang lain tidak diijinkan untuk berisik apabila nampak ikan dpermukaan termasuk lampu karbit tidak boleh banyak bergoyang agar ikan tidak kaget dan mudah ditebas parang Toing,  Sampai dijembatan dekat sekolah dasar Tebet satu baru lima ekor betok  dan satu gabus yg sudah masuk kekeranjang bambu, dua diantaranya tubuhnya hampir putus tertebas parang Toing yang matanya selalu sigak dan tangan cekatan mengayunkan parang bila nampak ikan muncul dipermukaan.




Setelah lewat area sisi sekolah dasar kami naik keatas karena kolong jembatan jalan umum ini tidak cukup bagi tubuh kami dan terlalu beresiko karena dipenuhi pepohonan  sehingga kami harus niaik dan menyeberang jembatan dan turun kembali ke kali melanjutkan Nyulu kami yang  terus merambah melewati kolong  jembatan bambu depan toko empenya Acan yang merupakan warung sembako serba ada yang buka sampai tengah malam, sesekali kami berteriak memanggil menyebut nama Acan dan disautin pula oleh Acan sendiri sambil tertawa dan tidak jarang pula empenya Acan ikut teriak memberi tanda untuk hati-hati, disekitar jembatan bambu disitu kali sedikit dalam hampir melewati batas perut dan kami terus merambas melewati beberapa rumah wewah yang berdiri disisi sungai dan mempunyai jembatan sendiri ditiap rumahnya dan dibagian kali yang sisinya rumah mewah dibuat turap batu kali sehingga tidak ada pepopohan atau rumput kali dan tentunya juga tidak banyak ikan nampak dipermukaan dan kembali kami naik bila kembali apabila bertemu jembatan jalan umum karena kondisi kolong jembatan tidak memungkinkan kami menerobosnya dan sampai dipertemuan kali tebet dengan rawa bilal dan nyulu  kami berakhir setelah ditegur oleh tentara penjaga pos markas Arsu (alteleri serangan udara) diujung rawa bilal karena malam mulai larut menurut penjaga pos  dan tidak baik untuk ukuran kami yang rata2 baru duduk dikelas sekolah dasar.



Sampai jam sebelas malam sudah terkumpul duabelas betok, lima sepat, tiga lindung, lima gabus, pulangnya kami berjalan lewat jalan darat  sambil setengah berlari karena didepan toko rumah mewah itu nampak beberapa  anjing kampung  duduk seksama mengawasi kami sambil mengibas-ngibas ekornya.


Terima kasih.
Bercerita tentang kenangan kecil antara 1963-1966 di daerah Tebet Barat, nama yang ada dalam cerita ini bisa sama dan bisa juga tidak, tetapi kenangan tersebut benar ada dan dirindiukan