Delapan jam di Singapore, dua
malam di Batam.
Ini memang perjalanan asal jalan,
ada tiket murah ditambah hari senen libur tujuh belasan, jadilah dicoba rute baru ini dan
hasilnya menurutku lumayan menyenangkan.
Setelah surving di semua ticket
agent, maka dapatlah tiket lumayan murah tujuan Batam lalu kembali surving soal
hotel di Batam dengan lebih dahulu
melihat peta pulau Batam dan langsung diskusi dengnan teman perjalanan untuk
menentukan dimana harus menginap dan disesuaikan dengan perjalanan
lanjutan dan akhirnya disepakati untuk
mencari hotel di daerah Nagoya.
Nagoya dipilih karena dilihat di
peta lebih dekat ke dermaga ferry penyeberangan dan kebetulan tahun delapan
puluhan pernah kesana, paling tidak masih bisa untuk sok tau karena sudah
pernah kesana.
Kembali surving mencari hotel
yang harganya memadai dengan budget dan lumayan juga ada harga 200 ribu bisa
dua orang plus sarapan dan jika dilihat di peta tampaknya tidak terlalu jauh
dari penyeberangan.
Setelah tiket dan hotel selesai
sekarang tingggal masalah transportasi, googling sana googling sini didapatlah
informasi yang menarik, dari bandara Hang Nadim batam ada Damri yang ke Nagoya
dan ini sangat membantu semangat kami untuk berhemat.
Sabtu jam 15.30 dari Bandara
Kualanamu Medan aku terbang menuju pulau Batam dan sengaja mencari tempat duduk
disisi jendela, maklum rasa ingin tau seperti apakah pulau Batam sekarang
dibandingkan beberapa puluh tahun yang lalu .
Mendarat di bandara Hang Nadim
barulah aku merarasakan bahwa umurku memang beranjak naik sebab tidak kukenali
sama sekali bandara yang pernah ku kunjungi dahulu kala.
Dengan semangat backpacker’s segera aku
bergegas keluar bandara, sedikit tertegun melihat suasana sambil sedikit sok tau mencari arah dimana bis Damri menunggu dan hasilnya nihil, tidak ketemu.
bergegas keluar bandara, sedikit tertegun melihat suasana sambil sedikit sok tau mencari arah dimana bis Damri menunggu dan hasilnya nihil, tidak ketemu.
Hidup memang harus
bersoasialisasi, malu bertanya sesat belakangan, ternyata bis Damri yang kucari
ada didepan bandara, hanya aku terlalu focus dengan bis Damri di Jakarta yang
berwarna biru dan abu sedangkan di Batam bis Damri berwarna oranye, itulah
akibat gaya sok tau dan sok ngerti.
Kali ini kembali aku kena tulah
oleh gayaku sendiri, ternyata bis Damri jurusan Nagoya hanya sampai jam 17.00
nongkrong di bandara, kecewa dan lemas sambil berhitung apabila harus naik
taksi atau ojek.
Atas saran sang kondektur jika
memang mau ke Nagoya bisa turun di hakte Kepri Plaza dan pindah dengan angkot
lain menuju Nagoya, sambil berunding sebentar dengan teman maka diputuskan
untuk mengikuti saran tersebut.
Dua puluh ribu ongkos Damri sampai di halte yang dimaksud, lalu pindah
mencari angkot jurusan Nagoya , naik angkot disini juga merupakan pengalaman
baru, kwalitas angkut ternya tidak sebanding dengan wajah kota Batam yang cukup
mentereng, tetapi biarlah yang peting sampai ke tujuan sambil kembali meneliti
peta untuk mencari petunjuk dimana harus berhenti di Nagoya dan hasilnya kembali nihil, tidak ada
petujunjuk yang meyakinkan dimana harus berhenti di Nagoya, Tanya supir, kenek
dan penumpang tidak ada yang tau lokasi hotel yang dimaksud, akhir atas saran
hati nurani dan alam kehati-hatian maka diputuskan untuk berhenti ditempat yang
paling ramai di Nagoya, yaitu Nagoya
Hill dan lima ribu rupiah seorang untuk ongkos angkotnya, “ nyebrang kesana
kalau mau ke Nagoya Hill “ demikian ujar kernet angkot.
Cuaca masih terang benderang
walaupun waktu sudah menujukan pukul 18 lewat, kami tertegun sebentar di sisi
jalan, dan aku mencoba menggali ingatan dimanakan sekarang aku berpijak, tidak
sedikitpun kenangan tahun delapan puluhan melintas dan aku sama sekali tidak
bisa mengenali daerah ini, kita harus segera check-in hotel sebab jika lewat
dari jam 19 mereka tidak menjamin kamar akan masih ada, begitu pesan email
ketika booking hotel.
Segera aku meneliti sisa pulsa
dan rasanya masih cukup untuk menelpon hotel
dan jawabannya adalah “ bapak dari sana naik ojek kira2 lima belas menit
bilang aja hotelnya dibelakang gedung… (lupa) “, aku kemballi berunding, target semua urusan harus jalan kaki sekarang
harus naik ojek dan jika dihitung lima belas menit naik ojek bisa jadi jaraknya
masih jauh dan tentunya harganya pasti mahal.
Rupanya gerak tubuh kebingungan
kami diperhatikan oleh tukang rokok dibelakangku dan informasi yang diberikan
ternyata didaerah sini banyak tersebar hotel dengan harga cukup menantang murah
bila dibandingkan dengan hotel yang sudah aku pesan dan kegelisahanku langsung
ditangkap oleh pengemudi taksi yang mangkal didekat tukang rokok, rupanya taksi
di Batam ada juga yang berplat hitam tanpa tanda perusahaan, setelah
bernegosiasi disepakati harga tiga puluh ribu sampai dihotel murah dan mendekat
ke dermaga penyeberangan.
Tidak sampai lima menit sampailah
aku dideretan ruko pertokoan, dan berhentilah taksi didepan hotel Gajah Mada di daerah Lubuk Baja,
sebuah hotel kelas melati dengan harga cukup miring, seratus delapan puluh ribu
untuk dua orang, AC, Kamar mandi dalam, TV kabel serta sarapan, suka atau tidak ini harus
dilaksanakan, hari mulai masuk waktu isya dan perut mulai terasa lapar dan
sepakatlah untuk menginap ditempat ini walaupun dengan sedikit perdebatan
tetapi akhirnya tercapai mufakat, sebab jika rasa lelah dan lapar dipakai untuk
berunding yang muncul adalah bersitegang.
Benar juga setelah mandi dan
makan malam dikedai pecel ayam disebelah
hotel barulah pembicaraan untuk acara selanjutnya bisa dilanjutkan, berbekal informasi dari mbak pecel ayam dan dari penjaga
hotel serta peta kota batam kami menyusuri jalan menuju Harbour Bay, dimana
dermaga penyeberangan berada.
Jalan kaki adalah programku,
dimana kota aku singgahi disitulah aku harus berjalan kaki sekuat kaki
melangkah karena dengan cara ini aku bisa mengenali jalan dan lokasi .
Cukup ramai didaerah ini,
pejualan elektronik dikaki lima menambah rasa ingin tau, berbagai kuliner dan
barang keperluan sehari-hari berjejer seperi umumnya dikota-kota besar, memasuki
jalan raya barulah suasanya sedikit sepi, beberapa hotel besar dan kecil nampak
ramai, satu hal yang selalu muncul ketika pertama kali kita mencari tempat
tujuan adalah perasaan jauh, demikian juga saat ini, menuju harbor bay rasanya
tidak sampai-sampai, tapi tekad sudah bulat, jalan kaki dan biarkan taksi dan
ojek menyapa kami, hampir kami bosan menjawab sapaan tukang ojek dan supir
taksi.
Tulisan Harbour bay terbaca jelas
dari kejauhan, sebuah mall modern yang cukup besar bersebelahan dengan hotel bintang lima dan yang pasti hati terasa
puas karena tujuan sudah hampir sampai, jam sembilan malam mall ini masih ramai
dan kebetulan juga menjelang Tujub belasan, jadi ada beberapa perlombaan
dimainkan didalam mall.
Dermaga penyeberangan berada
dibelakang mall, ikuti saja arah petunjuknya kata pak satpam ketika kami
bertanya dan lumayanlah anggap saja jalan dimall menikmati dinginnya AC.
Setelah melihat papan bertulisan
Imigrasi barulah kami lega, rupanya disinlah penyeberangan bila hendak ke
Singapore, disekelilingnya banyak travel agent ferry dan tempat makan, beberapa
agent kami masuki sambil bertanya soal waktu dan biaya dan setelah puas
mendapatkan informasi barulah kami sedikit santai menuju arah kembali ke hotel.
Disekitar harbour bay, banyak
sekali tempat kuliner termasuk café , semakin malam semakin ramai dan menurut
ilmu gaulku tentunya semakin malam semakin keras angin laut bertiup dingin dan
semakin banyak minuman untuk ditenggak bersamaan dengan tawa dan canda rayu
pembeli dan penjual jasa kesenangan.
Dipintu keluar mall segera kami
menyetel stop watch, untuk menghitung waktu berapa lama sampai dihotel agar
besok pagi bisa mengatur jam bangun, sarapan dan ternyata hanya membutuhkan
waktu dua puluh menit untuk sampai kembali ke hotel, ya sekitar dua tiga
kilometer saja.
Pagi jam enam sudah kembali
berada di harbour bay, cukup tidur, cukup olah raga jalan kaki dari hotel ke dermaga, cukup bekal dua
botol besar air minum kemasan, satu lonjor roti tawar isi, dua pak permen
segar, alat dokumentasi, kaos cadangan, paspor dan obat2an ringan.
Harga tiket penyeberangan pulang
pergi 360 ribu dan langsung ke pemeriksaan imigrasi yang kebetulan cukup ramai,
maklum hari libur dan kemungkinan mereka juga bermaksud sama, tua muda besar
kecil sebangsa dan setanah air walaupun berbeda suku dan ras, yang namanya
orang Indonesia jika sudah kumpul bisa seperti pasar, antri dikoridor menunggu
pemeriksaan dan selepas pemeriksaan berlari menuju ferry agar bisa mencari
tempat duduk yang strategis .
Empat puluh lima menit ferry
sudah menepi di pelabuhan Harbour Front Singapore persis disebelah sentosa island dan kembali antrian panjang di
pemeriksaan imigrasi karena hampir semua ferry dari pulau Batam merapat pada
jam yang sama sehingga hampir dua jam antrian barulah dapat lepas dari
pemeriksaan, disini sama sekali dilarang mengambil foto dan berselular.
Perjalanan kali ini sudah disepakati hanya singgah di tempat-tempat
yang belum pernah dikunjungi mengingat singkatnya waktu dan tujuan pertama
adalah jembatan Henderson yang cuma beberapa menit naik MRT ,
stasiun MRT Telok Blangah
hanya sayangnya
begitu keluar dari statsiun Telok Blangah hujan turun dengan derasnya dan
terpaksalah hanya mondar mandir di jembatan penyebarangan sambil berharap hujan
segera reda
tetapi sudah hampir satu jam hujan semakin besar lalu diputuskan
untuk beralih tujuan mengingat waktu yang terus berjalan dan tujuan selanjutnya
adalah kampung kecil India dan lebih dikenal dengan nama litle india.
Litle India.
Di tempat ini cuaca lumayan cerah
dan kadang juga terik silih berganti dengan mendung kecil tetapi tidak
menyurutkan niat untuk berkeliling tempat ini sampai puas dan sesuai jadwal
yang telah dimufakati.
Selepas Little India tujuan
selanjutnya adalah kawasan Orchard dan kembali harus naik MRT menuju kawasan
tersebut.
Kawasan Orchard memang tempat yang
menyenangkan untuk dikunjungi terutama bagi mereka yang gemar berbelanja
barang-barang bermerek tetapi buat kami cukuplah mengenal dan melihat saja
karena bukan tujuan utama (padahal juga mau).
Setelah puas berputar-putar di kawasan ini dan sambil menghitung kembali sisa waktu yang ternyata tinggal beberapa jam saja maka diputuskan untuk kembali mencoba ke Henderson Bridge sambil mencari arah MRT yang berputar dan tidak melewati statsiun yang sudah pernah dilewati sebelumnya.
Perjalanan dari statsiun MRT Telok Blangah cukup menyenangkan, rasanya seperti di Bogor atau Bandung karena banyak dikelilingi pohon-pohon rindang dan berhawa cukup sejuk.
Tidak sampai dua puluh menit tampakan jembatan Henderson menjulang tinggi menghubungkan satu bukit ke bukit lainnya melintas diatas jalan raya dan rasa puas menyelimuti ketika kaki melangkah menaiki tangga bukit.
cukup membuat surprise, ternyata di sini suasananya sangay nyaman, bisa olah raga, bisa gaya-gaya, bisa pacaran, yang penting tidak mengganggu kenyamanan orang lain karena diawasi oleh cctv disetiap sudut
Puas menikmati suasana di jembatan ini dan matahari sudah mulai memberikan tanda untuk meredupkan cahayanya demikian juga kami harus segera bergegas menuju arah kembali ke pelabuhan penyeberangan Harbour Bay .
Diiringi lembutnya cahaya
matahari bersembunyi dibalik cakrawala demikian juga melajulah ferry membawaku
kembali ke pulau Batam, delapan jam sudah dilalui di Singapore, dengan satu
lonjor roti tawar isi, dua botol besar air minum, sudah meringankan rangselku
dan hampir mencapai 16GB sudah penuh didalam memory card kameraku dan kembali
ke hotel dan kembali ke pecel ayam.
Check out jam delapan langsung
menuju angkutan umum kerarah Batam centre dan tujuan kali ini adalah Mesjid
Agung.
Setelah makan siang di kantin pelabuhan batam centre acara selanjutnya adalah kembali ke bandara Hang Nadim untuk terbang kembali pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar