Melihat Toba dari sisi lain
Two
hours after sunrise and enlightens the earth and I just follow the sun in my
desire yang sudah terpendam diantara kesibukan keseharian, diantara derasnya
ceritera tentang tempat dimana Tuhan pernah memberikan senyumnya ketika tempat
itu diciptakan, yes where The lord delivered his smile when place it was
invented
Hari ini aku harus mengalah dan menurut pada kata hati yang semakin hari semakin terasa bahwa aku harus kesana, jangan peduli lagi dengan kesibukan hari-hari, biarkan saja karena setelah ini hal itu akan kembali lagi dan aku akan kembali tenggalam didalamnya.
The daily routines activities is load off when I turn the car to the west direction, it's seem like a race with the sun, aku melesat menjauh dari kota, melewati pasar yang juga baru menampakan geliatnya sampai disisi jalan, beberapa becak dan sepeda bermuatan sayuran dan dagangan tanpa merasa sungkan mengharuskan aku memperlambat lajuku, ada senyum dan ada juga acuh ketika kami saling mencoba menyatakan diri bahwa masing-masing berhak untuk tidak didahului tetapi rasa semangat yang terpancar dari kornea mata kami membuat kesibukan ini menjadi hiburan tambahan diperjalanan, ternyata tidak diperlukan suara klakson dan suara omelan, yang diperlukan adalah rasa untuk saling memiliki pagi dan saling untuk mendahului matahari pagi.
Deretan rumah di kiri kananku seakan berlari kebelakang ketika
kurasakan jalan mulai dapat dilalui dengan memacu lebih cepat roda karet dan
suara mesin penggeraknya juga bertambah menderu, pasar kecil dan pasar besar
semakin tinggi matahari semakin mudah dilalui tanpa hambatan, perumahan
dikirikanan mulai jarang terlihat berganti dengan kerumunan kebun dan deretan
pedagang hasil bumi mulai mewarnai perjalanan.
Aku sudah berada diluar kota rupanya, kini kaki
kiriku harus lebih cermat menekan dan melepas kopling, demikian juga dengan
kedua tanganku, sinkronisasi antara perseneling dan putaran kemudi harus selalu
menjadi improvisasi konsentrasiku, jalan tidak lagi lurus, tikungan tajam ,
tanjakan dan turunan mulai hadir bercampur udara sejuk pegunungan, lokasi ini
orang menyebutnya Bandar Baru, ada sedikit bau aroma jagung bakar dan rebus
dikanan kiri bercampur dengan kerumunan primata hutan.
Selepas itu masuk daerah dimana pernah diadakan
jambore pramuka dijaman orde baru, sibolangit namanya, udara sejuk pegunungan
masih terasa berhembus kencang tanpa terhalang pepohonan dari lapangan jamboree
menembus jendela kananku yang sengaja terbuka karena pendingin udara dimobil
ini belum diperlukan.
Kembali jalan sedikit naik turun dengan tikungan
yang panjang tetapi tidak tajam mengantar memasuki gerbang kota Brastagi, jalan
sedikit tersendat karena banyak mobil melambatkan lajunya sejalan dengan mulainya
musik orkesta bermain diperutku, iramanya member tanda lewat sensor ke otak
agar aku menepi dan berhenti didepan warung bertuliskan “ Wajik dan Pecal “
Otot ditubuhkan bergemeretakan ketika sengaja aku
tegangkan tubuhku berdiri didepan warung, kaki dan tanganku kukejangkan
membentuk garis lurus dan ruas-ruas jemariku ikut bergeretak ketika kedua
telapak tanganku saling menarik, rasanya segar menarik napas dalam dalam
diudara pegunungan Brastagi ini dan setelah kurang dari setengah jam perjalanan
harus dilanjutkan setelah dua lembar uang sepuluh ribuan beralih kepemilikan
untuk sepiring nasi pecal, penganan kecil dan teh tawar panas, cukup untuk
tenaga diperjalanan selanjutnya.
Memasuki kota Brastagi sama seperti kota lain pada umumnya,
ada tepi jalan yang dipenuhi sampah ada yang dipenuhi pedagang kaki lima,
angkot yang berhenti semaunya dan petugas yang belum siaga diperempatan jalan,
tetapi mata sedikit terhibur ketika melewati pasar Brastagi, ada sederetan pedagang bunga hias warna warni membuat mulut sedikit
berkomentar tentang arti bunga dan arti warna.
Tanpa terasa kakiku menekan gas lebih dalam ketika
perjalanan melalui jalan yang cukup lebar dan sepi membawa masuk kebatas kota
Kabanjahe dan kembali kakiku melepas gas perlahan ketika harus lebih hati-hati
didalam kota yang gayanya sama dengan kota lain, waspada angkot,penyeberang
jalan dan sepeda motor adalah kewajiban, jangan heran jika tiba-tiba sepeda
motor membelok tanpa memberi tanda, seperti juga dikota lain seperti Jakarta,
penunjuk arah cukup tersedia walaupun ada yang mudah dibaca ataupun yang
bersembunyi, asalkan sedikit waspada maka arah yang dicari pasti didapat.
Melewati sentra perkebunan jeruk ataupun buah lainya cukup menjadi hiburan dan pembicaraan asalkan bisa memecahkan kebosanan
dijalanan yang kecil tanpa variasi tikungan dan tanjankan yang berarti, entah
mengapa rasanya hampir semua kendaraan ingin mendahului mobil yang kukendarai, padahal menurutku untuk berpapasan dengan
kendaraan dari depan harus melambat sedikit agar bisa memastikan kendaraan
tidak akan bersengggolan ataupun roda kiri tidak lewat dan masuk dalam selokan,
rupanya aku kini masuk kedaerah dimana kecepatan kendaraan adalah sebuah
kebiasaan.
Tepat hampir tiga jam begitu aku lepas dari
tikungan dan jalan sedikit menanjak tampkah kemilai permukaan air danau dan aku
mulai bisa merasakan aroma seperti yang sudah aku dengar, disini tuhan pernah
tersenyum menciptakan danau Toba.
Tongging is the place where we can see the lord
delivered his smile when he created this places, Tongging sudah didepan mata
dan semakin mendekat semakin nyata bahwa Tuhan memang ada dan tersenyum dan
semakin mendekat semakin bertambah nyata tentang keberadaanNYA karena
lengkapnya sebuah kesempurnaan ciptaannya bersanding dengan gemuruh suara air
terjun yang tidak pernah berhenti tersenyum menyemburkan air bertahun tahun.
Tongging and sipisopiso waterfall is complete
paintings about the perfect God.
but who will care and concern for the next days.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar