SEPINYA HATI PREMAN
(Trilogi 1)
Masih sedikit terasa lelah
dikedua kaki dan rasa pening juga belum hilang tapi itu semua cuma bagian dari
keseharian yang seharusnya tidak terbawa kesini, entahlah, tapi memang kemarin
sangat menguras tenaga, masih terbayang bagaimana tiga kucing kampung mengepung
dirinya disudut bak sampah, tepat di sebelah kios ikan asin, tempat yang
sebetulnya paling ideal untuk menjebak kucing kampung betina yang mencoba mau
menikmati sisa ikan asin atau sengaja mencari sensasi main di pasar dan kadang
juga suka memancing-mancing kebirahian kucing jantan yang bermukim
dikolong-kolong meja pasar.
Entah apa sebab ketiga kucing
kampung itu tiba-tiba mengepung dan langsung menyerang, sempat sedikit kaget
dan tersudut tapi cara berkelahi gaya kampung tidak cocok untuk dimainkan
ditempat kotor dan terlalu banyak barang serta hardikan pemilik kios atau
pengungjung pasar, mereka tidak mempelajari lokasi sebelum berencana menyerang,
walaupun masih ada rasa kasihan terhadap ketiga kucing kampung itu tapi untuk
menegakan status kucing jagoan pasar, rasa tega harus dipertontonkan, raungan
khas pasar harus diperdengarkan agar mengganggu gendang telinga lawan dan
menggetarkan nyali, hanya beberapa detik pada serangan mendadak itu sempat
membuat pertahanan jadi mundur beberapa langkah dari lokasi serangan pertama
dan setelah menyadari bahwa serangan itu cukup serius barulah dipertontonkan
gaya berkelahi pasar, urakan, semborono, tanpa jurus dan yang paling kuat
adalah tidak perlu rasa alias harus tega.
Ah, sebetulnya tidak perlu
dipikirkankan, toh kejadian seperti itu bukan yang pertama kali, sudah
berpuluh-puluh kali tapi semua dilakukan dengan sesama penghuni pasar yang
sudah saling tau keseharian mereka dan setelah itu seperti tidak terjadi apa-apa,
masing-masing mencari hidup dipasar, tapi mengapa ketiga kucing kampung itu
tiba-tiba sengaja menunggu disudut itu, mengapa justru dirinya yang diserang,
apakah ini sebuah kesengajaan ataukah sebuah pesan untuk dirinya.
Diantara Rasa kantuk mulai menjalar
perlahan muncul bayang-bayang samar didepan matanya, ada tiga warna indah
berputar-putar halus yang makin lama semakin jelas, warna yang sangat
dikenalnya, warna putih bersih, kini bayang-bayang itu tidak lagi perputar tapi
diam dan berbentuk jelas, ah….kucing rumah yang sangat dia kenal muncul jelas
dimatanya, ada pita merah dan hijau di lehernya, lonceng kecil tergantung
menghias dilehernya, matanya seolah menatap dalam penuh arti, tubuhnya tergolek
malas sambil mengibas-ngibas ekornya bergoyang, diantara kaki depan dan
belakang nampak tiga kepala mungil dengan gerakan kaku saling mendesak-desak
diperutnya, suara erangan pelan sesekali terdengar, mulut-mulut mungil berebut
mencari putting diperutnya, ya tiga kucing kecil semakin jelas dimatanya, satu
berwarna hitam dengan dipadu putih disekitar telinga dan paha, satu berwarna
hitam kuning dan putih mirip pemilik putting, dan satu domiman putih dengan
bercak kuning sedikti dibagian punggung.
Tanpa disadari air matanya
menetes, dicobanya memicingkan mata tapi gambaran dimatanya semakin jelas,
terasa detak jantung didadanya semakin kencang, lima bulan lalu dirinya
berpisah dengan mereka, sejak pemilik rumah marah melarang kucing luar masuk
kelingkungan rumah, dirinya tidak bisa lagi bertemu kucing rumah itu, masih
ingat bagaimana perpisahan itu hanya dengan satu kata dari pemilik rumah “ Pretty masuk “ sambil menghalau dirinya
dengan sapu ijuk dan menghardik dengan jejakan kaki dilantai sembari mencoba
menepis badannya “ keluar kau Gembul” dengan setengah berlari dirinya pergi,
sesekali berhenti sambil menoleh dengan harapan bisa menatap mata Pretty tapi
yang terlihat hanya daun pintu yang tertutup.
Hampir setiap lewat dirumah itu
dia mencoba memanggil Pretty kucing rumah, kadang dia melompat pagar masuk kehalaman
atau mencoba naik keatas genting atau pagar sambil tidak berhenti memanggil
tapi semua itu sia-sia, Pretty kucing rumah sudah diisolasi pemilik rumah itu.
Hari-hari berlalu tanpa Pretty
kucing rumah, beberapa kucing tetangga mencoba menghibur tapi tidak dihiraukan
dan ada juga yang mencoba memancing bahkan menawarkan dirinya sebagai pengganti
tapi semua ditolak, dan semakin lama
terasa ada perubahan dalam dirinya, kini lebih cepat tersinggung dan pemarah,
sudah dicobanya untuk berkompromi dengan situasi tapi seolah dunia ini
menghendaki perubahan dalam dirinya sehingga keberadaannya diperumahan itu
sudah tidak lagi nyaman, tepat setelah matahari muncul perlahan dia mengikuti
seseorang yang keluar pagar gerbang komplek perumahan, tidak tau harus kemana tapi dengan
petunjuk langkah kaki itu pasti akan mengarah kesebuah tempat dan cukup jauh karena melewati beberapa komplek perumahan lainnya.
Sebuah tempat yang asing bagi
dirinya, lorong yang kotor, bau sampah, genangan air kotor, kaki meja kotor,
jauh dari apa yang dilihat selama ini diperumahan, banyak orang hilir mudik, suara teriakan
keras, suara tertawa keras, hempasan benda keras, dan Nampak semuanya begitu
cepat bergerak, dan akhirnya dia kehilangan jejak kaki yang diikuti, semua kaki
Nampak sama dan yang lebih membuat dia terasa aneh adalah tatapan kucing-kucing
penghuni, tatapan curiga apalagi ketika perutnya terasa lapar dan menatap
daging segar yang dijajarkan diatas meja dan sesekali penjualnya melempar
potongan-potongan yang dianggap mulai rusak, lemparan potongan itu menjadi
rebutan para kucing dan dia mencoba masuk kekerumunan tapi seolah ada tolakan
keras, cakaran dan hardikan menyertai ketika dia mencoba mengambil potongan
itu, tubuhnya surut kebelakang menyaksikan, lalu dia berpindah tempat mencari
lokasi yang menurutnya bisa untuk menambah rasa lapar.
Dikolong kursi disebuah kedai dia
meilihat potongan kepala ikan lengkap dengan duri badannya, segera langkahnya
dipercepat dan betul, tidak ada kucing lain, dan dinikmatinya kepala ikan itu
segera, beberapa saat ada lagi lemparan kelantai bawah kursi, potongan-potongan
makanan yang menurutknya layak untuk dimakan.
Kedai itu telah membuat dirinya
kerasan, hari demi hari dia mulai menikmat kebiasaan ditempat baru, berburu dan
berebut makanan disiang hari, saling ejek dan saling pukul sudah mulai menjadi
keseharian dan sampai suatu ketika dirinya hendak lelap tidur didepan pintu
kedai, dia melihat seekor kucing jantan kumal dan jorok sedang mengintai kucing
betina, suaranya dibesarkan untuk mengundang betina tertarik, tadinya dia tidak
peduli tapi ketika rasa kantuknya mulai dipuncak dan terasa bahwa kucing kumal
jorok itu mengganggu maka dia segera bangun dengan rasa amarah yang tinggi,
dihardikanya kucing kumal jorok itu dan merasa ada yang mengganggu keasikannya
si kucing kumal jorok juga marah, kini si kucing betina yang tadinya mau
meladeni kucing kumal berbalik menjadi penonton.
Saling tantang dan saling hardik
membuat geger isi pasar malam itu, kucing kumal adalah petinggi dan sekaligus
kucing yang disegani tapi malam ini dia merasa tertantang dengan pendatang baru
yang nampaknya sengaja mencarinya dan seketika perkelahian tidak terhindarkan,
beberapa kali kucing kumal berhasil menghantam kepala kucing rumahan tapi
bagaikan mendapatkan kekuatan dari kekecewaan diperumahan, kucing rumahan itu
membabi buta, menghantam bagaikan kesetanan, suaranya menjadi lebih keras dan
pada detik ke tiga puluh Nampak kucing kumal berlari sambil menekuk ekornya,
berlari tunggang langgang meninggalkan gelanggang dan sibetina yang mulai
bergestur memberi tanda pada kucing rumahan, aku miilikmu sekarang dalam
hatinya.
Sejak saat itulah kucing rumahan
menjelma menjadi kucing pasar dan berkat makanan yang berlimpah kini tubuhnya
membesar dan kegagahannya menjadi idaman para kucing betina, hanya sayang kini kucing
rumahan berubah menjadi kumal, berbersih diri hanya seperlunya.
Pretty kucing rumah sekarang
pasti seperti yang ada tergambar dimatanya, rasanya memang seperti yang
dibayangkan, anaknya tiga, dan sipemilik rumah pasti ikut bahagia, rasa rindu
kembali muncul tapi tidak untuk kembali, dunianya kini adalah pasar, becek,
kotor dan siraman air pedagang,
kejantanan dan kejagoanan ditunggu sampai datang dan muncul jantan lain
yang bisa mengalahkan dirinya.
Sepi dan sepi hatinya mengenang,
jagoan juga boleh menteskan air mata, jagoan itu adalah kesempatan tapi hati adalah
perasaan yang muncul disetiap kesempatan.
next.Pretty Betina Rumahan (Trilogi 2)
Preman Pasar (Triogi 3)
next.Pretty Betina Rumahan (Trilogi 2)
Preman Pasar (Triogi 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar