Rabu, 29 April 2015

Yang kuno dan jadul di Bandung (3) - dimana kaki melangkah

Bandung,
Yang kuno dan jadul di Bandung (3) - dimana kaki melangkah,


dimana saja kaki melangkah disitulah ada ceritera, kali ini jalan-jalan kaki hanya mengikuti trotoar jalan, dan sekiranya ada bangunan lama yang menarik disitulah berhenti untuk mengambil  gambar yang baik.

Gerbang atau Gapura ?


gerbang atau gapura ini mungkin dulunya mungkin merupakan pos pemeriksaan atau paling tidak sebagai tempat berteduh. tetapi sekarang merupakan pintu masuk jalan dr.Slamet, lokasinya dijalan Pasteur, 
belum diketahui siapa pemilik bangunan ini dan sangat disayangkan apabila tidak dirawat akan hilang secara perlahan, semoga pemerintah kota Bandung sudah mencatatnya sebagai salah satu cagar budaya,





Gedung Pakuan

  
Tahukah anda bahwa residen priangan di jaman Belanda (atau kurang lebih ibu kota Jawa Barat pada saat ini) sebelumnya bukanlah di kota Bandung melainkan di kota Cianjur ?, namun dikarenakan letusan gunung Gede yang pada saat itu berlangsung dengan sangat dahsyat dan sempat meluluh lantakan kota Cianjur, maka diperintahkanlah oleh pemeritahan kolonial untuk memindahkan ibu kota keresidenan ke kota Bandung.
Gedung Pakuan didirikan sehubungan dengan perintah Gubernur Jenderal Ch.F. Pahud. Tetapi pemindahan ibukota karesidenan itu baru dapat dilaksanakan oleh Residen Van der Moore pada tahun 1864.
Sebagai konsekwensinya ialah dibangunnya tempat tinggal keresidenan di kota Bandung yang kemudian diberi nama Gedung Pakuan. Saat ini gedung pakuan digunakan sebagai tempat tinggal Gubernur Jawa Barat.
Memasuki gedung ini harus melihat waktu yang tepat karena bukanlah tempat untuk umum bisa keluar masuk secara bebas, tamu harus melapor dan mendapatkan ijin dari penjaga dan meninggalkan kartu identitas diri, dan jika tidak ada acara khusus sangatlah sukar untuk bisa mengambil gambar, beruntunglah para petugas kali ini bisa memberi ijin untuk sekedar mengambil gambar secara terbatas.
Lokasi gedung ini di jalan kebon sirih, tidak jauh dari stasiun kereta api  dan terminal angkot "St Hall "


 

 



Pertokoan Kodros, informasinya dibangun tahun 1910.
Gedung di jalan ABC ini sebenarnya cukup indah tetapi dengan difungsikannya sebagai pertokoan maka keindahannya tertutup oleh papan reklame,





Pabrik kopi Aroma ini menurut informasinya berdiri sejak tahun 1930 an, melihat bangunannya sudah tentu sesuai informasi yang diperoleh, jika suka kopi apa salahnya mencoba.

terletak dijalan Pecinan lama, tidak jauh dari jalan Asia Afrika atau jalan Banceuy, pokoknya bisa dijangkau dengan jalan-jalan kaki dan pabrik kopi ini juga membuka kedainya bagi mereka yang ingin menikmati kopi aroma,



Gedung disekitar Pasar Baru,


 




Rumah-rumah di jalan Cipaganti,



nampak masih indah walaupun desainya jadul





salah satu ciri khas rumah jaman dulu apalagi yang ada diperkotaan yaitu dengan memberikan nama pemilik didepan rumah seperti rumah dibawah ini,



Gedung Bank Indonesia, 
Dahulu merupakan gedung milik  Javasche Bank,  dibangun sekitar  tahun 1902 dan tanggal 30 Juni 1909, De avasche Bank kantor cabang Bandung,resmi dibuka , merupakan salah satu cagar budaya yang resmi dan harus dipertahankan,





Gedung Drie kleur - gedung tiga warna, terletak di ujung jalan Sultan Agung dan disisi jalan Braga, dahulu digunakan sebagai kantor berita oleh pemerintahan saat itu, baik Belanda, Jepang dan juga kaum Nasionalis dimana berita tentang Kemerdekaan Indonesia juga dikumandangkan dari gedung ini.



Drainase kota, Nah, ini juga yang paling tidak diperhatikan sebagai salah satu heritage, drainase kota ini dijamin tidak akan pernah penuh dan mengakibatkan banjir, tentunya dibangun sebelum jaman kemerdekaan, 

drainase kota ini tampak jelas apabila melintas di jalan Merdaka,


kiranya informasi ini dapat menambah wawasan dan bila masih penasaran bisa membuka blog sebelumnya

Yang kuno dan jadul di Bandung (2) - Sekitar jalan Asia Afrika

Yang kuno dan jadul di Bandung (1) - Sekitar jalan Braga

atau kenapa tidak ke Bandung sekalian ya....

Yang kuno dan jadul di Bandung (2) - sekitar jalan Asia Afrika


Bandung, 
Yang kuno dan jadul di Bandung (2) - sekitar jalan Asia Afrika

Melanjutkan jalan-jalan kaki, kini sampailah di jalan Asia Afrika, nama jalan yang di ilhami oleh konferensi dunia di tahun 1955 dimana negara-negara di benua Asia dan Afrika bertemu  menyambut terciptanya penyatuan pendapat diantara bangsa-bangsa di kedua benua itu yang sampai sekarang kita kenal sebagai " Dasasila Bandung "
Bangunan dimana konferensi itu dilaksanakan sekarang masih terawat baik dan dapat dilihat seperti ini kondisinya,

adalah Bung Karno yang menjadikan sebuah gedung yang pernah menjadi lambang ketidak adilan dan pelecehan etnis dari suatu era penjajahan menjadi tempat bertemunya negara-negara Asia dan Afrika pada tahun 1955. Soekarno seolah-olah ingin membalikan sejarah, bahwa di tempat dimana dahulu pernah terjadi diskriminasi ras-lah diadakan pertemuan yang gaungnya begitu hebat di dunia, memberikan simbol perjuangan kemerdekaan bagi bangsa-bangsa Asia Afrika. Dan terbukti tidak lama setelah itu banyak bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang meraih kemerdekaannya dari tangan penjajah eropa.

bangunan ini sangat monumental buat bangsa Indonesia karena disinilah Dasasila Bandung dideklarasikan.


desain bangunan ini masih terasa cocok dengan lingkungan disekitarnya



Diseberang gedung konferensi tampak bangunan yang tidak kalah menariknya dan rasanya sangat indah dan cocok berada disitu dan bangunan itu disebut 


De Vries

De Vries adalah bekas bangunan elit, tepatnya bekas bangunan toko tempat dimana kaum bangsawan Belanda berkumpul sambil minum kopi dan membicarakan hal-hal yang elit pula. Para elit inilah yang kemudian menamakan kelompoknya sebagai Societiet Concordia. Gedung Concordia itu sendiri saat ini ialah Gedung Merdeka, namun sejarah mencatat bahwa dari De Vries inilah pada sekitar tahun 1879 mereka mulai berkumpul dan membentuk komunitas, dan tidak semua orang bisa bergabung ke dalam komunitas ini, walaupun dia adalah orang Belanda sekalipun.


Dalam perjalanan sejarahnya, De Vries pernah berfungsi sebagai toko Kelontong, lalu kemudian berubah menjadi pusat perbelanjaan mewah di kota Bandung di masa lampau, para Preanger-Planters sangat suka sekali berbelanja di toko tersebut. Pada zaman kemerdekaan De Vries masih tetap digunakan sebagai tempat menjual barang seperti rokok, pakaian, bahkan sempat bula menjadi rumah makan padang, sampai akhirnya terbengkalai selama bertahun-tahun hingga atapnya ditumbuhi oleh tumbuhan.

ita cukup bersyukur akhirnya pada tahun 2010 bank NISP memutuskan untuk memperbaiki gedung tersebut sesuai dengan aslinya, hingga saat ini kita dapat menyaksikan keindahan dan cerita panjang yang menyertainya (info by indotravel)



di jalan Asia Afrika ini masih banyak bangunan lama yang cukup terawat dan sebagian dari bangunan kuno itu ada yang disewa atau dimiliki oleh instansi pemerintah dengan harapan akan ikut menjaga kelestariannya.
Mari dilanjutkan jalan-jalan kaki menyusuri trototal dan mencoba menebak atau berimajinasi kiranya digunakan untuk apa gedung-gedung tua itu dahulu kala.


Hotel Savoy Homman
Bangunan ini memang dari awal dibangun sudah merupakan sebuah Hotel, dan berlokasi di kawasan elite kota Bandung. Seperti halnya kaum bangsawan Belanda yang berkumpul untuk meminum kopi diDe Vries dan Concordia, tidak semua orang bisa menginap di hotel ini karena kemewahannya, bahkan tidak semua orang Belanda mampu menginap di hotel ini walau hanya satu malam saja.
Saking mewahnya, dahulu hotel ini pernah digunakan oleh tokoh-tokoh besar dunia seperti Charlie Chaplin saat datang ke kota Bandung, juga dua raja Thailand Clemenceau dan Prajathipok Praminatara, serta perdana mentri Perancis Clemenceau.


Di era kemerdekaan, Hotel Savoy Homann seolah tidak kehilangan auranya, Presiden Soekarno pada masa itu menggunakan Hotel Savoy Homann sebagai tempat menginap para peminpin, presiden, perdana mentri dan raja-raja dari negara-negara di Asia dan Afrika ketika mereka berkumpul di Bandung untuk menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika. Para pemimpin tersebut berjalan kaki dari Hotel Savoy Homann menuju Gedung merdeka melalui jalan yang sekarang bernama Jalan Asia Afrika.




Gedung ini digunakan oleh Bank Mandiri.


 
 
perhatikan teralis besi jendelanya, apakah ini memang sudah ada sejak dulu ataukah dipasang pada masa kini, dilihat dari materialnya terbuat dari besi cor, jadi dapat disimpulkan bahwa teralis besi ini memang sudah ada sejak dulu.

Gedung SWARHA
 

Gedung Swarha dibangun tahun 1930-1935 oleh arsitek Belanda, Wolff Schoemaker. Fungsi awalnya toko dan hotel. Sekarang hanya sebagian lantai dasar yang dipakai sebagai toko, lantainya lainnya dibiarkan terlantar.


Gedung Swarha hanya terkait sedikit dengan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika 1955 yaitu hotel tempat para wartawan menginap. Ada yang berpendapat bahwa Swarha tidak cocok dengan tata ruang dan ada yang berpendapat sebaiknya dihancurkan saja , begitulah pendapat masing-masing ahli dan bagi pejalan kaki gedung itu cukup indah untuk dibersihkan dan dirapihkan lalu digunakan .



 Gedung ini sebenarnya indah tetapi entah milik siapa hingga tidak terawat



Gedung di jalan Banceuy

desain teralis besi jendela ini mungkin pernah menjadi  trend dimasanya


 





sudah cukup lumayan jalan-jalan kaki ini, kita pindah ke blog selanjutnya ,masih sekitar melihat bangunan kuno dibandung tapi diambil secara acak di "Yang kuno dan jadul di Bandung  (3)-  dimana kaki melangkah " 

akan lebih banyak dijumpai hal-hal kuno lainnya, selamat menikmati,