Sabtu, 19 September 2020

PANDAI BESI

 

Disebut orang pandai

 

Dalam keseharian setiap kali aku berpapasan dengan penduduk selalu mereka membawa parang. sebuah alat yang serbaguna untuk digunakan diladang, sekali pernah suatu ketika disiang hari aku begitu merasa haus, air didalam botol kemasan sudah tidak tersisa lagi, sementara matahari belum saatnya turun menuju barat membuat  e tubuh menjadi hilang yang artinya titik panas tepat berada diatas kepala. Untuk membeli air kemasan harus berjalan kaki hampir setengah kilo dan itu tidak mungkin karena dengan demikian harus menahan rasa haus sambil berjaan kaki setengah kilo dan kembali lagi ketempat semula dengan hal yang sama, sangat tidak praktis dan tidak manja. Beruntunglah sebagai mahluk social dengan talenta yang diberikan pemilik alam, aku mencoba menyapa penduduk yang sedang ada dikebunnya dan dengan sedikit ada tawa dan seloroh seketika saja parang sudah lepas dari sarungnya “ sebentar saya ambilkan “ katanya.

Hanya butuh tidak lebih dari sepuluh menit, buah kelapa sudah pindah dari pohonya dan berada dihadapanku yang menunggu dan duduk dibatu-batu tanggul sungai Palu.

“ di Maku (nama desa)  ini pak, jika bapak haus tinggal minta atau ambil sendiri, kami penduduk sini tidak keberatan asalkan untuk menghilangkan haus, tetapi bukan untuk dijual “ sambil tertawa beliau mengupas kelapa dan diberikannya kehadapanku, begitulah kearifan sebuah desa.

Sambil menikmati kelapa muda dan saling jawab tanya, aku mulai tertarik untuk memperhatikan parang yang dibawa, saya mencoba menimangnya, mencocokan dengan jemari dalam menggemgamnya, sesekali melibaslibaskan untuk menimbang keseimbangan bentuk parang dan ternyata menurutku parang kwalitasnya baik.

“ apa setiap orang punya parang pak “ kataku

dia tersenyum menjawab “ kalo bapak punya pena saya punya parang “

Kesimpulannya hampir semua petani dan peladang mempunya parang dan boleh dikatakan setiap lelaki didesa ini memiliki parang, karena benda itu bagian dari keseharian penduduk.

“ bapak beli dimana ini “

“ oh, ada pandai besi di dekat sini, jika bapak pulang nanti tengoklah disebelah kiri jalan arah pulang ke Dolo, nanti akan kelihatan “ katanya sambil menunjuk kearah utara dimana saya tinggal.

Tanpa terasa pembicaraan harus diakhiri dimana satu buah kelapa, air dan dagingnya sudah masuk kedalam perut, tersisa dua yang sengaja diberikan untuk nanti sore dan setelah itu kami sepakat untuk masing-masing melanjutkan pekerjaannya.

Sore harinya perlahan menyusuri jalan dengan sepeda motor, biasanya kecapatan dijalan arah pulang bisa 40km per jam lebih tapi kali ini  sedikit bersantai sambil ingin membuktikan perkataan penduduk tadi dan benar saja terlihat kilauan dan semburan bara keluar dari sela-sela sebuah gubug yang sebenarnya  sering kulewati hanya saja tidak menjadi perhatian,

Setelah memarkir motor dan mengucapkan salam kepada seseroang didalam lalu saya masuk kedalam gubug.

“mau ambil apa mau bikin “ katanya langsung

Aku sedikit tergagap , kalah cepat dalam bertanya “ eee.. mau bikin “ kataku cepat, maklum saya harus menyesuaikan diri dengan keadaan, rupanya mereka menggunakan moto sedikit bicara banyak bekerja.

“ mau dari besi per atau besi lain “ lanjutnya sambil mengeluarkan beberapa contoh mentah parang.

“ yang ini dari besi apa “ kataku menunjuk salah satu parang yang cukup berat ketika kutimang.

“ ini dari per “

“ berapa harganya “

“ delapan puluh ribu “

Terkaget  lagi aku dalam hati, cukup murah dan untuk tidak kehilangan kesempatan saya langsung menyetujui “ kapan jadinya “

“ ambil hari sabtu ya”

Saya mengangguk setuju, lalu saya serahkan uang seratus ribu dan dikembalikan lima puluh ribu

“ katanya delapan puluh “

“ yang tiga puluh nanti jika sudah jadi “

Ternyata marketinya boleh juga dalam hatiku sambil menerika kembalian.“ ini sudah sama gagang dan sarungnya “

"oh tidak, Saya tidak menyediakan gagang dan sarung" jawabnya "karena itu bukan keahlian Saya" imbuhnya lagi “

Saya terhenyak mendengar jawaban itu, Seorang pandai adalah mereka yang mengenal dirinya sendiri dan tidak akan berpurapura menjadi pandai lain dalam hatiku berkata.

Sebuah pelajaran dari seorang pandai besi hari ini telah menambah perbendaharaan kelakuan sosial dalam kehidupanku.

Beberapa orang sudah menunggu giliran untuk masuk ketika transaksiku selesai dan dari informasi yang aku dapat , tahun demi tahun dilalui sehingga atribut sebagai pandai besi khusus pisau atau parang didapat sekalian dengan lebih ramainya pesanan.










Sabtu, 18 Juli 2020

PREMAN PASAR (Trilogi 3)


PREMAN PASAR
(Trilogi 3)

Dulu melompati pagar rumah saja harus mengambil ancang-ancang lama dan itupun karena ada yang menarik sehingga keinginan melompat menjadi ada, tetapi sekarang melompat dari meja kemeja, dari atap keatap bahkan melompat sambil mencekeram tidak perlu lagi harus dipikirkan apalagi mengambil ancang-ancang, semua dapat dilakukan tanpa harus berpikir, karena jika tidak maka kesempatan akan hilang termasuk harga diri.
Hidup dilingkungan pasar adalah hidup yang sebenarnya, kecerdikan dan kemauan harus seimbang juga soal kesempatan, perkelahian pertama dengan kucing kumal adalah tonggak kehidupan baru didunia pasar ini, sejak kucing kumal lari tunggang langgang maka mahkota raja pasar atau jagoan pasar melekat pada diriku, kekuasaanku tidak terbatas pada kedai tempat aku tidur sesuka hati, dari pintu depan pasar sampai pintu belakang adalah kekuasaan mutlakku, semua kedai makanan bebas aku masuki tanpa ada yang menolak, ketampananku masih tersisa sejak Pretty kucing rumah tidak menjadi barometer kerapihanku, akulah kucing rumah yang menjelma menjadi kucing pasar dan kasar.
Aku juga tidak mengerti mengapa bisa begini, tidak pernah ada untuk berpikir dua kali apalagi berlama-lama, setiap ketidaknyamanan harus segera diatasi, tidak pedulu dia kucing jantan atau betina, pendek kata apabila sudah menyangkut kenyamanan maka tidak ada kata lain,  bertindak cepat dan tuntas.
Pernah ada kucing jantan blonteng hitam yang mencoba keberuntungan, pertama dia memancing ku di kedai nasi padang karena disitu sering ada lemparan tulang ayam agak pedas, biasanya kucing lain akan menunggu aku mengambilnya terlebih dahulu kemudian barulah mereka ikut makan, tetapi kucing jantan blonteng hitam seolah sengaja, begitu ada lemparan tulang ayam pedas segera dia menyergap dengan cepat tapi tidak dimakannya tulang itu, seolah mengejek kucing lain yang sudah menunggu lama untuk berebut sambil menunggu gesture dariku.
Gaya mata dan cara memandang sudah dapat aku duga, kucing jantan blonteng ini sengaja memancing aku, perlahan aku dekati sambil menatap matanya, erangan pertama agak kupelankan dan begitu mata saling menatap segera erangan aku keraskan sambil menampar mukanya dan rupanya kucing blonteng hitam tidak menyangka aku akan langsung menampar, dia tidak sempat menangkis, tubunya terguling dan segera aku sergap sambil menggigit lehernya sementara kaki depanku menjejak dengan cakar, suara lolongan bukan membuatku melelemah, jika sudah begini aku menjadi sangat buas, hanya beberapa detik kucing blonteng hitam mengeong sambil berlari keluar dari kedai, dan segera kucing-kucing lain mengikuti aku menikmati lemparan tulang ayam pedas bersama.

Sebagai petinggi kucing pasar, aku sebenarnya bebas untuk berbuat apa saja, tidak ada berani yang menolak keinginanku dan sebagai kucing jantan wajar jika aku membutuhkan penyaluran biologis apalagi situasi dan kesempatan itu ada, tetapi inilah aku, walaupun penampilanku kini urakan, kumal dan kotor tapi persepsiku tentang kecantikan tetap tidak tergoyahkan, Pretty kucing rumah itu adalah standar ketertarikanku terhadap kucing betina dan jika sudah waktunya dimana kebutuhan biologis harus dipenuhi, secara diam-diam dimalam hari aku pergi menjauh dari lokasi pasar, disebelah utara pasar ada terdapat komplek perumahan yang baru setengahnya berpenghuni, tetapi untuk menuju kesana aku harus melewati kampung lama yang barangkali kelamaan akan hilang oleh perluasan komplek perumahan, kampung ini jika malam suasananya ramai, banyak anak-anak bermain di jalan dan kadang ada tercium bau alcohol sehingga aku menghindari melewati jalan itu karena pernah sekali ketika aku lewat segera berterbangan batu atau benda lain mengusirku sambil mengumpat mereka melempar apa saja kearahku dan sejak itu aku memilih lewat jalan didalam kampung dan itupun harus waspada karena ini bukan daerah kekuasaanku, sempat beberapa kali aku kepergok beberapa kucing kampung dan segera mereka ramai memanggil teman-temannya begitu aku lewat, hal ini ingin kuhindari karena keadaanku kini berbeda dan kampung ini bukanlah daerahku, sukar bagiku untuk menahan emosi kemarahan bila hal ini kuladeni ,
Ketika pertama memasuki komplek perumahan tidak Nampak para kucing diderah itu, tetapi malam-malam berikutnya sejak aku perdengarkan suaraku maka satu persatu mulai Nampak, kucing perumahan memang berbeda gaya dan penampilannya dan itu membuat aku menjadi standar kesan terhadap meraka, kadang ramah, kadang genit, kadang nesuan, persis dengan gaya Pretty kucing rumah dulu.


Dan seperti kebiasaanku dulu jika berkunjung ke tempat Pretty kucing rumah, aku berbersih diri sesempurna mungkin tapi sekarang cukup dengan merapihkan bulu saja dan sedikit membasahinya agar Nampak rapih, aku tidak mungkin lagi sesempurna dulu, tempat tinggalku tidak memungkinkan untuk berpenampilan gaya kucing komplek perumahan tapi rupanya masih tersisa sedikit gaya rumahanku sehingga mereka bisa menerima kehadiranku dan tentunya urusan biologis mendapatkan tempat yang semestinya walaupun itu dilakukan tanpa ada cinta.
Sudah bulan kelima keberadaanku di pasar ini, semakin hari semakin saja penuh tantangan, jika dipikir lama kelamaan membosankan tapi aku perlu hidup dan tidak ada cara lain untuk bertahan disini selain mengandalkan otot, hari ke hari harus ada perkelahian, entah itu Cuma sekejab atau kadang juga berkelanjutan, rasanya kepuasanku tercapai bila ada kucing yang mengerang tajam kesakitan oleh gigitan atau cakaranku, tidak peduli apakah itu kucing penghuni pasar atau pendatang, pokoknya jika naluri berkelahiku muncul harus ada yang jadi korban tindak kekerasanku, walaupun sebenarnya aku mencoba tidak mendahului tapi dari gerakan atau tatap maka yang dicerna oleh otakku bahwa itu adalah tantangan, maka seketika saja aku ladeni.

Hari bertambah hari dan aku sendiri tidak tau sampai kapan aku berada disini, lemparan kayu atau benda keras sudah makanan sehari-hari, siraman air panas juga mewarnai bahkan sundutan rokok kadang mencobai, mungkin jika ada muncul kucing jantan baru yang bisa mengalahkanku dan mengusirku dari pasar ini barulah ini semua akan berhenti tapi sampai kapan itu terjadi, semua sudah aku sadari tapi sukar untuk berlari dari kenyataan, ada kenikmatan tersendiri menjadi petinggi kucing sekaligus jagoan pasar, semua akan ku pertahankan sampai aku benar dinyatakan kalah dan terpaksa mengungsi keluar pasar dan mencari tempat baru untuk meneruskan hidup.

Hidup itu memang pilihan, ingin hidup harus berani mati, inilah aku Gembul yang hidup dengan memilih karena dipaksa lingkungan.




next
Sepinya Hati Preman (Trilogi -1 )
Pretty Betina Rumahan (Trilogi - 2)

PRETTY BETINA RUMAHAN (Trilogi-2)


PRETTY BETINA RUMAHAN
(Trilogy 2)

Bukan tidak mendengar atau tidak tau bahwa si kucing jantan kekasihnya beberapa kali memberi tanda tapi apalah artinya jika dijawab, sejak pemilik rumah selalu menutup pintu rasanya dirinya juga harus rela menutup keberlangsungan hubungannya dengan si kucing jantan.
Gembul, demikian kucing jantan sering disebut oleh pemilik rumah adalah kucing yang tadinya berkeliaran disekitar danau kecil dekat komplek perumahan, masih teringat bagaimana ketika dirinya pagi hari ketika matahari baru muncul diajak pemilik rumah untuk berjalan-jalan disekitar danau sambil sesekali meminta dirinya melompat diantara bebatuan, Pretty ayo lari, Pretty lompat, demikian perintah yang diminta agar mengikuti gerakan pemilik rumah yang rupanya berolah raga.
Rupanya dikejauhan Nampak seekor kucing jantan yang sedari tadi hanya memperhatikan dirinya tapi sebagai betina komplek dirinya tidak boleh gede rasa, seperti juga sipemilik rumah yang juga cuek ketika beberapa lelaki yang berolah raga mencoba menggoda dan ketika pemilik rumah mengajak beristirahat sambil duduk direrumputan ditepi danau, tanpa diketahui dari mana kucing jantan sudah ada mendekat tidak jauh dan langsung duduk memperhatikan, Pretty ada cowok tuh, kata pemilik rumah sambil menyentuh ekorku dengan ujung jari kakinya, awas jangan dekat2 kucing liar katanya menambahkan.
Tatapan kucing jantan membuat Pretty salah tingkah, gerakan telinganya menandakan sesuatu, kibasan ekornya seakan berirama yang semuanya menandakan bahwa dia tertarik dan dirinyapun tidak dapat menyembunyikan perasaan, kibasan ekor dibalas dengan kibasan pula, gerakan telinga dibalas dengan gerakan tanda menerima.

Dan sejak kejadian ditepi danau itu Pretty tidak lagi dapat tenang dirumah, beberapa kali mencoba berada duduk diteras rumah mengharap ada tanda-tanda dari sijantan tapi sudah tiga malam sejak pertemuan itu hanya kucing-kucing tetangga yang muncul dan selalu membuatnya malas karena hanya mengajak untuk pergi keluar atau main diatap rumah.
Minggu pagi berikutnya pemilik rumah seperti biasa berolahraga ditepi danau tapi kali ini tidak membawa Pretty, entah kenapa, yang pasti Pretty merasakan rasa sepi yang dalam, makanan yang biasanya tersedia tidak disentuhnya, entah apa yang menyebabkan hilangnya rasa lapar, malahan rasa malas menjadi timbul lebih kuat, biasanya jika malam hari didepan layar televise pemilik rumah suka mengajaknya bercanda tapi semalam Pretty tidak meladeninya, hanya sesekali saja dipermulaan  dan selebihnya dia hanya tidur diujung karpet didepan televisi.
Sepulang dari olah raga pemilik rumah memanggil-manggil namanya tapi Pretty masih malas dan membiarkan pemilik rumah mendekat “ tumben makananmu gak dimakan “ sambil mengelus punggung Pretty yang Cuma membuka sebelah mata memberi tanda bahwa dia sudah mendengar, “ ya udah “ lanjut pemilik rumah sambil mengangkat piring makan Pretty yang masih banyak tersisa, dibawanya ke halaman depan dimana sudah menunggu seekor kucing jantan. Lalu disodorkannya ke arah kucing jantan yang tanpa ragu langsung memakannya dengan lahap.
Tadi pagi ditepi danau,kucing jantan Nampak gemetar dibawah pohon, dia hanya memperhatikan lalu lalang orang yang berolah raga, bulunya kusam dan kotor, tidak Nampak gerakan yang semestinya seperti kucing-kucing lainnya, dan hal itu terlihat oleh pemilik rumah yang ketika itu sedang melakukan pendinginan setelah gerakan-gerakan keras olah raganya, setelah selesai pendinginan didekatinya kucing jantan itu lalu disentuhnya kepala kucing jantan dengan jarinya “ pasti kamu nunggu Pretty ya, kamu yang minggu lalu ngeliatin Pretty terus “ sambil menyentik jari telunjuk dan jempol yang mengeluarkan suara membuat kaget kucing jantan, sambil memberi tanda agar kucing jantan mengikuti langkahnya, ayo puss, puss….
Pretty masih bermalas-malas tapi penciumannya mulai mengendus sesuatu hal yang agak aneh, sekujur tubuhnya bergetar dan dia mencoba mengulet agar otot-otot tubuh menjadi rilek lalu mencoba berjalan tapi arahnya tidak menentu, dicobanya ke arah dapur untuk mencari air karena rasa haus mulai terasa, dia tidak menjumpai pemilik rumah yang biasanya membuat susu sepulang olah raga lalu dia mendengar namanya di panggil-panggil pemilik rumah dan terasa langkah kaki semakin mendekat lalu tubuhnya terasa diangkat “ kamu males banget hari ini “ terasa kepalanya diusap-usap halus, Pretty merasakan bagai bayi kecil yang dimanja dan ditimang-timang .
“ ooo habis makanya, Gembul juga kamu “ suara pemilik rumah sedikit keras sesampainya diteras rumah dan Pretty tidak dapat menahan perasaannya lagi, dia langsung melompat dari gendongan pemilik rumah, suara erangan pelan dan saling tatap muka segera terjadi antara Pretty dan kucing jantan itu yang Cuma dibatasi piring makan, ekornya mengeras tertekuk tapi hanya sebentar setelah itu kucing jantan mengecangkan tubuhnya, kedua kaki depan didorong kedepan dan kedua kaki belakang ditarik kebelakang, meluruskan tubuhnya dan sambil membuka mulut seakan menguap lalu disejajarkan tubuhnya dilantai, perutnya teras kenyang tapi matanya tidak lepas dari mata Pretty yang Nampak berbinar-binar.
Piring makan diangkat pemilik rumah bersamaan dengan tubuh Pretty yang ikut terangkat kedalam gendongan pemilik rumah, membiarkan kucing jantan diteras rumah bersamaan dengan ditutupnya pintu ruang depan Pretty kembali berada didepan televise dan kali ini tubunya digesek-gesek kekaki kursi atau kadang kaki pemilik rumah yang membalasnya,menggoda dengan gerakan kaki yang membuat Pretty harus berulah kadang melompat kadang menghindar.
Sejak saat itu kini piring makan kucing ada dua dirumah itu, piring makan Pretty khusus yang dibeli dan diperuntukan bagi kucing termasuk makanannya sedangkan piring makan kucing jantan cukup bekas piring kaleng tidak terpakai dan menunya adalah makanan sisa sipemilik rumah, jika Pretty harus makan secara disiplin, lokasi makannya dekat dengan pintu dapur, jam makannya juga teratur, jenis makannya khusus dibeli untuk binatang kucing, berbeda dengan kucing jantan, dia harus makan diteras rumah mendekat kearah saluran air dan waktunya bebas sesuka dan seingat pemilik rumah, tidurnya pun berbeda, Pretty bebas tidur dimana saja didalam rumah sedangkan kucing jantan cukup di keset diteras rumah yang kadang harus mengungsi jika hujan atau angin malam cukup mengganggu tidur.

Gembul, begitulah sipemilik rumah memberikan nama untuk kucing jantan yang mulai nyaman dengan panggilan itu, walaupun pemilik rumah masih membedakan perlakuan terhadap kucing jantan hal itu tidak membuat kucing jantan yang kini dipanggil Gembul menjadi iri hati, baginya mendapatkan jatah makan dan tempat berteduh sudah lebih dari cukup dari pada harus beralas rumput atau tanah dan beratap pohon atau langit seperti ketika berkeliaran di tepi danau.
Hari-hari selanjutnya adalah  secara tidak langsung Gembul menjadi penjaga rumah, kekuasaannya disekitar teras rumah sampai pintu gerbang, dia tidak punya hak untuk masuk kedalam rumah dan hal itu selalu dipatuhi, Pretty sendiri diberikan waktu untuk bermain dengan Gembul ketika pagi atau sore hari pada saat pemilik rumah menyiram atau membersihkan taman dihalaman, Gembul cukup pandai membawa diri dirumah itu, dia menyadari statusnya hanya kucing tanpa pemilik dan boleh dikatakan menumpang tapi itu sudah cukup untuk dirinya, apalagi masih dapat bermain-main dengan Pretty walaupun tidak seharian, Pretty sendiri merasa gembira, sekarang ada teman bermain yang dibolehkan oleh pemilik rumah dan yang lebih menggembirakan adalah Pretty mendapatkan hadiah berupa kalung pita berwarna yang digantungi lonceng kecil, pemilik rumah hanya ingin menandakan dan mengetahui keberadaan Pretty setiap saat dengan adanya suara gemerincing dileher Pretty , sebenarnya banyak kucing dirumah tetangga yang ingin bermain dengan Pretty tapi kadang mereka tidak tau diri, suka berteriak-teriak atau mengacak-acak benda dirumah itu sehigga pemilik rumah membatasi pergaulan Pretty.
Bulu Gembul mulai tumbuh rapih dan bersih, dia rajin membersihkan diri selain keadaan lingkungannya juga membuat dirinya harus nampak bersih sebagai tanda terima kasih kepada pemilik rumah dan yang lebih penting adalah agar Pretty tetap bisa dan mau bermain dengan dirinya. Waktu ke waktu terus berjalan, canda ria, lari saling berebut benda sampai hardikan mewarnai kehidupan Gembul dan Pretty dan sampailah tiba waktunya dimana hampir disetiap rumah yang memiliki kucing merasa terganggu oleh suara kucing yang saling bersahutan.
Naluri binatang kucing Gembul dan Pretty belum hilang, sementara itu didalam Pretty merasa resah, tubuhnya mersakan keganjilan, hampir setiap malam Pretty merasakan keanehan dalam tubunya, dia ingin sekali selalu berada dekat dengan Gembul. Sudah beberapa malam diluar terdengar suara kucing yang saling bersahutan dan itu juga membuat Gembul merasa aneh juga, sesekali terdengar hardikan dari rumah tetangga dan juga dari dalam rumah Pretty, sampai pernah pemilik rumah membuka pintu dengan keras sambil teriak “ Gembul berisik “ tapi kemudian dia menyadari bahwa suara berisik itu bukan dari Gembul.

Seperti biasa ketika pemilik rumah sibuk membersihkan taman Pretty dan Gembul bermain diteras dan pagi ini pemilik rumah sibuk melayani obrolan tetangga sebelah yang complain tentang suara-suara kucing dimalam hari dan kesempatan itu dipergunakan Pretty dan Gembul menyelinap kedalam garasi dan beberapa saat kemudian terdengar suara teriakan Pretty yang kemudian nampak Pretty berlari masuk kedalam rumah dan Gembul berjalan dibelakangnya,
 “ tuh kan jeng, kucing situ yang berisik “
“ itu biasa jeng, kucing becanda, beda sama suara kucing yang berisik malam-malam “ jawab pemilik rumah membela Pretty dan Gembul.
Sejak saat ini Gembul tiap malam selalu siaga, beberapa kucing jantan tetangga mulai berani  memasuki halaman rumah  mencoba berteriak-teriak memberi tanda kepada kucing betina yang tidak lain adalah Pretty, musim kucing kawin tidak terhindarkan tapi Gembul harus siap, kadang dia harus menghardik kucing tetangga agar pergi dan hal ini juga diketahui oleh pemilik rumah yang sesekali melihat bagaimana Gembul mengusir mereka tapi naluri binatang pada masa pancaroba birahi tidak dapat diperhitungkan dan diatur, sampai suatu subuh  Gembul harus berkelahi dengan kucing tetangga dan perkelahian itu sangat sengit, suara lengkingan kesakitan atau suara erangan kucing jantan sangat mengganggu pemilik rumah, apalagi kali ini perkelahian mengakibatkan pecahnya pot bunga yang berisikan tanaman kesayangan pemilik rumah yang baru beberapa hari dibelinya di pasar khusus tanaman hias dengan harga yang cukup untuk membayar uang muka mobil kreditan.
Gembul terdiam disudut teras ketika pintu ruang depan dibuka, kucing tetangga berlarian melompat pagar, pecahan pot keramik berserakan bersamaan dengan media tanah, tanaman bunga hancur terinjak, keadaan teras benar-benar kotor, ditangan pemilik rumah sudah ada sapu ijuk, dia hanya melihat sekeliling sambil menyapu lantai, wajahnya tidak gembira, rahangnya mengeras, setelah selesai menyapu lantai dan membuang tanaman rusak, kakinya melangkah mendekat kea rah Gembul yang tertunduk takut, dibelakangnya dekat pintu Nampak Pretty mengikuti  dan kemudian terlihat  sapu ijuk terangkat dan siap mengarah ke Gembul dan suara jejagkan kaki ke lantai mengagetkan sambil cepat berdiri Gembul berlari menghindar “  keluar kau Gembul “ hanya itu dan setelah itu  Gembul tidak lagi dapat melihat Pretty, pagi itu piring makanya pun sudah tidak terisi kembali .

Didalam rumah Pretty berlari kekolong kursi, dia berlindung dari perasaanya, dia tidak tau bagaimana setelah kejadian ini, Pretty sangat menyesali kejadian itu, mengapa Gembul harus berkelahi seperti itu, cemburukan dia kepada kucing tetangga yang mencoba merayu dari luar pagar, ada perasaan bangga juga dalam dirinya, rupanya Gembul memang ingin melindungi dirinya, bayangkan jika tidak ada Gembul mungkin dirinya juga sudah mencari jalan untuk keluar rumah agar bisa memenuhi birahi yang memang pada masa pancaroba, beruntung Gembul bisa memenuhi naluri birahinya di garasi dan beberapa kali terulang ketika pemilik rumah lengah sekejab.
Prety masih belum percaya bagaimana pemilik rumah bisa berbuat seperti itu, makanan Gembul tidak lagi disediakan, bahkan piringnyapun sudah teronggok ditempat sampah. Belum lagi pintu ruang depan  seakan merupakan garis yang tidak boleh dilewati, sampai kapan Gembul boleh masuk mendiami teras depan lagi, apakah dia kembali ke tepi danau atau Cuma menunggu ditepi jalan, Pretty tidak dapat menerka, semakin mengira-ngira semakin sesak dadanya.
Sudah hampir beberapa waktu Pintu ruang depan masih terlarang bagi Pretty dan dia hanya bisa keluar rumah apabila si pemilik rumah berolah raga di tepi danau atau  melakukan kegiatan dengan membawa dirinya dan ituppun menjadi sangat protektif, apabila ada kucing lain melintas atau mendekat segera Pretty diangkat dan digendong.
Berat tubuh Pretty semakin bertambah, gerakannya mulai lamban bahkan menjadi pemalas sehingga pemilik rumah khawatir Pretty akan menjadi obesitas sehingga sering kali dipaksanya Pretty ikut berlari bila berolah raga ditepi danau tapi Pretty lebih sering diam dan lebih senang menunggu sehingga lama kelamaan pemilik rumah menjadi curiga akan perubahan kelakuan Pretty dan dibawanya Pretty ke dokter hewan.
“ kucing anda hamil “
“ bagaimana mungkin, selama ini selalu saya kurung dirumah “
Pemilik rumah segera menebus resep dari dokter hewan, sampai dirumah dia mulai menghitung-hitung, siapakah yang menghamili Pretty dan satu-satunya kucing yang sering bermain denganya adalah Gembul dan itu juga sudah lama dan akhirnya dia berkesimpulan bahwa kehamilan Pretty harus dijaga.
Pretty sekarang menjadi pemalas tapi pelahap makan, sesekali gerakan tubuhnya dicobanya melompat dari kursi ke lantai tapi jatuhnya terasa tidak nyaman lagi sampai suatu malam sebelum suara tukang nasi goreng keliling lewat Pretty merasakan perutnya mulas, disebuah kardus yang sudah disiapkan pemililk rumah lengkap dengan permadani dari pakaian bekas disitu ketuban Pretty pecah dan tidak lama kemudian tiga kepala kecil sudah ada didekapannya, dibersihkannya bekas-bekas cairan dan kotoran saat tiga kepala mungil itu tiba menghirup udara bumi,

Pretty begitu bahagia, muncul bayangan Gembul yang samar-samar, dimanakah dia sekarang, akan senangkah dia bila mengetahui bahwa benih yang disemai di garasi itu telah menjelma menjadi tiga kepala mungil kucing yang sehat dan lucu, Pretty tubuhnya tergolek malas sambil mengibas-ngibas ekornya bergoyang, diantara kaki depan dan belakang nampak tiga kepala mungil dengan gerakan kaku saling mendesak-desak diperutnya, suara erangan pelan sesekali terdengar, mulut-mulut mungil berebut mencari putting diperutnya, ya tiga kucing kecil semakin jelas dimatanya, satu berwarna hitam dengan dipadu putih disekitar telinga dan paha, satu berwarna hitam kuning dan putih mirip pemilik putting, dan satu domiman putih dengan bercak kuning sedikti dibagian punggung.


next.
Sepinya Hati Preman (Trilogi-1)
Preman Pasar (Trilogi-3)

SEPINYA HATI PREMAN (Trilogi - 1)


SEPINYA HATI PREMAN
(Trilogi 1)

Masih sedikit terasa lelah dikedua kaki dan rasa pening juga belum hilang tapi itu semua cuma bagian dari keseharian yang seharusnya tidak terbawa kesini, entahlah, tapi memang kemarin sangat menguras tenaga, masih terbayang bagaimana tiga kucing kampung mengepung dirinya disudut bak sampah, tepat di sebelah kios ikan asin, tempat yang sebetulnya paling ideal untuk menjebak kucing kampung betina yang mencoba mau menikmati sisa ikan asin atau sengaja mencari sensasi main di pasar dan kadang juga suka memancing-mancing kebirahian kucing jantan yang bermukim dikolong-kolong meja pasar.
Entah apa sebab ketiga kucing kampung itu tiba-tiba mengepung dan langsung menyerang, sempat sedikit kaget dan tersudut tapi cara berkelahi gaya kampung tidak cocok untuk dimainkan ditempat kotor dan terlalu banyak barang serta hardikan pemilik kios atau pengungjung pasar, mereka tidak mempelajari lokasi sebelum berencana menyerang, walaupun masih ada rasa kasihan terhadap ketiga kucing kampung itu tapi untuk menegakan status kucing jagoan pasar, rasa tega harus dipertontonkan, raungan khas pasar harus diperdengarkan agar mengganggu gendang telinga lawan dan menggetarkan nyali, hanya beberapa detik pada serangan mendadak itu sempat membuat pertahanan jadi mundur beberapa langkah dari lokasi serangan pertama dan setelah menyadari bahwa serangan itu cukup serius barulah dipertontonkan gaya berkelahi pasar, urakan, semborono, tanpa jurus dan yang paling kuat adalah tidak perlu rasa alias harus tega.
Ah, sebetulnya tidak perlu dipikirkankan, toh kejadian seperti itu bukan yang pertama kali, sudah berpuluh-puluh kali tapi semua dilakukan dengan sesama penghuni pasar yang sudah saling tau keseharian mereka dan setelah itu seperti tidak terjadi apa-apa, masing-masing mencari hidup dipasar, tapi mengapa ketiga kucing kampung itu tiba-tiba sengaja menunggu disudut itu, mengapa justru dirinya yang diserang, apakah ini sebuah kesengajaan ataukah sebuah pesan untuk dirinya.
Diantara Rasa kantuk mulai menjalar perlahan muncul bayang-bayang samar didepan matanya, ada tiga warna indah berputar-putar halus yang makin lama semakin jelas, warna yang sangat dikenalnya, warna putih bersih, kini bayang-bayang itu tidak lagi perputar tapi diam dan berbentuk jelas, ah….kucing rumah yang sangat dia kenal muncul jelas dimatanya, ada pita merah dan hijau di lehernya, lonceng kecil tergantung menghias dilehernya, matanya seolah menatap dalam penuh arti, tubuhnya tergolek malas sambil mengibas-ngibas ekornya bergoyang, diantara kaki depan dan belakang nampak tiga kepala mungil dengan gerakan kaku saling mendesak-desak diperutnya, suara erangan pelan sesekali terdengar, mulut-mulut mungil berebut mencari putting diperutnya, ya tiga kucing kecil semakin jelas dimatanya, satu berwarna hitam dengan dipadu putih disekitar telinga dan paha, satu berwarna hitam kuning dan putih mirip pemilik putting, dan satu domiman putih dengan bercak kuning sedikti dibagian punggung.
Tanpa disadari air matanya menetes, dicobanya memicingkan mata tapi gambaran dimatanya semakin jelas, terasa detak jantung didadanya semakin kencang, lima bulan lalu dirinya berpisah dengan mereka, sejak pemilik rumah marah melarang kucing luar masuk kelingkungan rumah, dirinya tidak bisa lagi bertemu kucing rumah itu, masih ingat bagaimana perpisahan itu hanya dengan satu kata dari pemilik rumah  “ Pretty masuk “ sambil menghalau dirinya dengan sapu ijuk dan menghardik dengan jejakan kaki dilantai sembari mencoba menepis badannya “ keluar kau Gembul” dengan setengah berlari dirinya pergi, sesekali berhenti sambil menoleh dengan harapan bisa menatap mata Pretty tapi yang terlihat hanya daun pintu yang tertutup.

Hampir setiap lewat dirumah itu dia mencoba memanggil Pretty kucing rumah, kadang dia melompat pagar masuk kehalaman atau mencoba naik keatas genting atau pagar sambil tidak berhenti memanggil tapi semua itu sia-sia, Pretty kucing rumah sudah diisolasi pemilik rumah itu.
Hari-hari berlalu tanpa Pretty kucing rumah, beberapa kucing tetangga mencoba menghibur tapi tidak dihiraukan dan ada juga yang mencoba memancing bahkan menawarkan dirinya sebagai pengganti tapi semua ditolak, dan semakin lama terasa ada perubahan dalam dirinya, kini lebih cepat tersinggung dan pemarah, sudah dicobanya untuk berkompromi dengan situasi tapi seolah dunia ini menghendaki perubahan dalam dirinya sehingga keberadaannya diperumahan itu sudah tidak lagi nyaman, tepat setelah matahari muncul perlahan dia mengikuti seseorang yang keluar pagar gerbang komplek perumahan, tidak tau harus kemana tapi dengan petunjuk langkah kaki itu pasti akan mengarah kesebuah tempat dan cukup jauh karena melewati beberapa komplek perumahan lainnya.
Sebuah tempat yang asing bagi dirinya, lorong yang kotor, bau sampah, genangan air kotor, kaki meja kotor, jauh dari apa yang dilihat selama ini diperumahan,  banyak orang hilir mudik, suara teriakan keras, suara tertawa keras, hempasan benda keras, dan Nampak semuanya begitu cepat bergerak, dan akhirnya dia kehilangan jejak kaki yang diikuti, semua kaki Nampak sama dan yang lebih membuat dia terasa aneh adalah tatapan kucing-kucing penghuni, tatapan curiga apalagi ketika perutnya terasa lapar dan menatap daging segar yang dijajarkan diatas meja dan sesekali penjualnya melempar potongan-potongan yang dianggap mulai rusak, lemparan potongan itu menjadi rebutan para kucing dan dia mencoba masuk kekerumunan tapi seolah ada tolakan keras, cakaran dan hardikan menyertai ketika dia mencoba mengambil potongan itu, tubuhnya surut kebelakang menyaksikan, lalu dia berpindah tempat mencari lokasi yang menurutnya bisa untuk menambah rasa lapar.
Dikolong kursi disebuah kedai dia meilihat potongan kepala ikan lengkap dengan duri badannya, segera langkahnya dipercepat dan betul, tidak ada kucing lain, dan dinikmatinya kepala ikan itu segera, beberapa saat ada lagi lemparan kelantai bawah kursi, potongan-potongan makanan yang menurutknya layak untuk dimakan.
Kedai itu telah membuat dirinya kerasan, hari demi hari dia mulai menikmat kebiasaan ditempat baru, berburu dan berebut makanan disiang hari, saling ejek dan saling pukul sudah mulai menjadi keseharian dan sampai suatu ketika dirinya hendak lelap tidur didepan pintu kedai, dia melihat seekor kucing jantan kumal dan jorok sedang mengintai kucing betina, suaranya dibesarkan untuk mengundang betina tertarik, tadinya dia tidak peduli tapi ketika rasa kantuknya mulai dipuncak dan terasa bahwa kucing kumal jorok itu mengganggu maka dia segera bangun dengan rasa amarah yang tinggi, dihardikanya kucing kumal jorok itu dan merasa ada yang mengganggu keasikannya si kucing kumal jorok juga marah, kini si kucing betina yang tadinya mau meladeni kucing kumal berbalik menjadi penonton.
Saling tantang dan saling hardik membuat geger isi pasar malam itu, kucing kumal adalah petinggi dan sekaligus kucing yang disegani tapi malam ini dia merasa tertantang dengan pendatang baru yang nampaknya sengaja mencarinya dan seketika perkelahian tidak terhindarkan, beberapa kali kucing kumal berhasil menghantam kepala kucing rumahan tapi bagaikan mendapatkan kekuatan dari kekecewaan diperumahan, kucing rumahan itu membabi buta, menghantam bagaikan kesetanan, suaranya menjadi lebih keras dan pada detik ke tiga puluh Nampak kucing kumal berlari sambil menekuk ekornya, berlari tunggang langgang meninggalkan gelanggang dan sibetina yang mulai bergestur memberi tanda pada kucing rumahan, aku miilikmu sekarang dalam hatinya.
Sejak saat itulah kucing rumahan menjelma menjadi kucing pasar dan berkat makanan yang berlimpah kini tubuhnya membesar dan kegagahannya menjadi idaman para kucing betina, hanya sayang kini kucing rumahan berubah menjadi kumal, berbersih diri hanya seperlunya.
Pretty kucing rumah sekarang pasti seperti yang ada tergambar dimatanya, rasanya memang seperti yang dibayangkan, anaknya tiga, dan sipemilik rumah pasti ikut bahagia, rasa rindu kembali muncul tapi tidak untuk kembali, dunianya kini adalah pasar, becek, kotor dan siraman air pedagang,  kejantanan dan kejagoanan ditunggu sampai datang dan muncul jantan lain yang bisa mengalahkan dirinya.

Sepi dan sepi hatinya mengenang, 
jagoan juga boleh menteskan air mata, jagoan itu adalah kesempatan tapi hati adalah perasaan yang muncul disetiap kesempatan.


next.Pretty Betina Rumahan (Trilogi 2)
Preman Pasar (Triogi 3)

Rabu, 06 Mei 2020

Halimun Salak National Park (7) - Jelajah desa

 Menjelajah Desa (sebagian kecil Pamijahan)





Menuju ke desa Pamijahan yang masih satu bagian dari jasirah  Halimun Salak National Park, dan kali ini rute yang dipilij adalah sedikit agak menjauh dari rute biasa (parung, kahuripan, pasar ciampea trus masuk ke cikampak)  tapi kali ini sebelum pasar Ciampea belok kanan, rute ini adalah rute alternatif jika malas lewat pasar Ciampea yang padat untuk kedaraan terutama di pagi hari pada jam kegiatan pasar. Kondisi jalan cukup baik dan ramai tetapi cukup jauh melambung, sampai dipertigaan (biasanya ada pak ogah) jika ambil ke kiri akan bertemu dengan terminal angkot Ciampea dan bisa kearah jalur utama Bogor-Leuwiliyang, tapi kali ini arah yang diambil adalah ke kanan menuju arah Leuwiliyang dan apabila sudah ketemu jalan utama Bogor leuwiliyang ambil kanan dan tidak jauh dari situ ambil kiri masuk kearah desa Puraseda.



Sebagian kondisi jalan memasuki arah Puraseda kurang begitu baik tetapi jika menggunakan motor adalah sangat bijaksana. Oleh karena pemilihan rute ini hanya untuk memenuhi naluri kuota jarang piknik maka tidak ada tujuan yang pasti, hanya berbekal informasi para penjelajah desa bawa disekitar Pamijahan banyak tempat menarik dan saking asyiknya menikmati perjalanan tanpa banyak bertanya kecuali lewat paman Google maka menikmati perjalanan bermotor ria sangatlah menyenangkan asalkan masih didapat penjual bensin maka terus saja menikmati desa dengan rasa penuh percaya diri sudah melewati perkebunan teh  barulah merasa janggal karena tidak nampah lagi lalu lalang kendaraan, Jika sudah begini maka jangan takut untuk bertanya dan hasilnya adalah jika perjalanan dilanjutkan maka tidak lebih dari satu jam perjalanan akan masuk daerah Sukabumi.



Ini memang sudah terlalu jauh dari tujuan, maka berbalik arah kembali dan disekitar kebun teh (Cianteun) kembali bertanya untuk menambah percaya diri dan setiap kali bertemu jalan yang terpecah distulah kembali bertanya dan kira-kira 45 menit dari arah kembali disebelah kiri nampak agak masuk kedalam  Gapura Desa Cibunian, akhirnya inilah desa yang di tuju.

Begitu masuk desa disapa dengan jalan menurun dengan pemandangan alam yang cukup membuat segar, tidak ada arah tujuan yang pasti pokoknya dimana ada spot cantik langsung berhenti dan untuk menentukan tujuan akhir harus ada titik yang bisa dijadikan pedoman dan akhirnya dipilih harus cari curug yang bisa menandakan tujuan akhir atau paling tidak lokasi yang dipastikan untuk berbalik arah nanti sudah jelas tidak menghabiskan bahan bakar.



Beruntung dari informasi yang didapat beberapa curug bisa dicapai dalam satu arah perjalanan dan akhirnya dipilihkan arah tersebut yaitu arah ke Gunung Menyan, dan benar saja disini pemandangan sepanjang perjalanan menantang untuk menghabiskan isi memory card dan beterai kamera.











































































































inilah sebagian kecil  dari keindahan Indonesia tercinta, jangan sia-siakan waktu untuk mencari sisi indah dunia.

PIKNIK ITU JENDELA DUNIA