Rabu, 05 Juli 2017

Wak Pancing


itu hanya sebutan dariku  untuk lebih mengenal siapa dia sebenarnya karena dengan cara itu aku berharap bahwa  akan bisa lebih ingin tau siapa orang ini.
Bermula dari kebiasaanku  selepas istirahat siang selalu memilih lokasi dimana mudah untuk melepaskan pandangan mata, kebetulan proyek dimana aku bekeja berlokasi ditepi jalan sehingga banyak hal yang menarik untuk dilihat dan dicermati yang kemudian menjadi bahan pembicaraan.
sampai akhirnya aku tergoda untuk membuat catatan apa saja yang ada dan terjadi disepanjang jalan didepan proyek, tadinya aku tertarik untuk menghitung berapa banyak becak motor yang lewat antara jam 14 sampai jam 16, lalu hal itu menjadi biasa dan tidak khusus karena tidak ada yang spesifik, kemudian  mencoba meneliti jenis kegiatan apa saja yang ada disepanjang jalan depan proyek, ada angkot berbagai warna, ada anak sekolah berbagai umur, ada demonstrasi  tetapi semuanya menjadi tidak menarik karena tidaklah istimewa sampai aku begitu tertarik melihat seorang  berjalan melintas didepan proyek dengan membawa ember dari kaleng bekas cat tembok, dipunggungnya tergantung tas rangsel kumal dan satu tangannya membawa joran pancing, dengan gaya berjalan penuh percaya diri tanpa menoleh sambil menyelipkan sebatang rokok dimulutnya, Khusus yang satu ini bagiku sangat menggoda untuk dicermati dan hal itu terjadi ketika aku tertarik dengan gaya keseharian dia,
Tadinya aku cuma berpikir bahwa orang ini hanya melintas didepan proyek sesekali saja atau tidak menjadi kebiasaanya tetapi lama kelamaan  menjadi ingin tau karena hampir setiap hari dia melintas pada jam yang hampir  sama yaitu sekitar jam 15,
Aku mulai mencari tau dari teman-teman atau tetangga proyek apakah mengenal orang ini dan dimanakah tujuannya tetapi tidak seorangpun memperhatikan dan tau dari mana dia dan kemana tujuannya sampai akhirnya saya memutuskan untuk menyebutnya "wak pancing" dan hal itu juga untuk mempermudah saya mengenali, kata " wak" sebenarnya bahasa sehari-hari untuk menyebutkan seseorang yang menurut kita lebih tua, mungkin berasal dari kata "uwak"

Rasa penasaran sudah tidak dapat lagi dibendung kebetulan hari itu ada libur sehingga kesempatan ini aku perlukan untuk membebaskan perasaanku atas rasa penasaran dan mengikuti dari kejauhan kemana dia menuju dan langkah kakinya cukup tegas dengan postur tubuh sedang membuat langkahku cukup tertinggal jauh walaupun masih dapat mengamati kemana arah dan tujuannya.
Hampir lebih dari satu kilometer dari lokasi proyek wa pancing berbelok kekanan tepat di pertigaan jalan lalu menyeberang dan sebelum jembatan dia belok kekikiri melompati pagas besi yang tingginya sepinggang orang dewasa berjalan menurun menuju tepi sungai Deli.


Segera aku ikut melompat dan berjalan mengarah dimana wa pancing itu berada dibelakang rimbunan pohon bambu, sebuah tempat yang nyaman dan strategis untuk berteduh dari sinar matahari dan sekalugus tempat yang indah karena berada dibelakang sebuah vihara yang jika hari mulai gelap akan nampak warna warni sinar lampu dari ornamen yang ada di vihara tersebut.

Tidak ada rasa terkejut atau aneh ketika aku menghampirinya malahan senyumnya yang polos menebar ketika aku yang mencoba akrab mendekatinya.



"apak kabar wa " kataku menyapa
"wah baik-baik " jawabnya lepas tanpa rasa curiga sambil terus menyiapkan alat pancingnya sambil sesekali menghembuskan asap rokok dari mulut dan hidungnya.

" aku temani mancing ya wak"
" iya-iya " jawabnya santai menerima.

Lokasi mancing dimana aku berada memang cukup tepat menurutku, berada dibelokan sungai sehingga ada air yang tenang dibagian sudut tikungan dan disitulan mata kail diarahkan.
Sambil menunggu tanda-tanda dari pelampung mata kail tanpa rasa keberatan wak pancing mulai akrab denganku.

Sudah sejak akhir tahun delapan puluhan dia sudah mulai rutin dengan kegiatan memancing dan ditempat inilah dia selalu berada pada jam yang sama dan hampir pasti paling sedikit dua ekor ikan bisa dibawa pulang dan cukup untuk lauk makan malam.

Wak Pancing lahir dikota ini tetapi orang tuanya berasal dari kota Purworejo yang dia sendiri tidak tau bagaimana kota itu sekarang karena dia hanya sekali saja sewaktu remaja pernah dibawa orang tuanya kesana dan sekarang dia lebih merasa sebagai orang jawa perantauan alias Jawa Medan.
Wak pancing pun masih bisa menjawab pertanyaanku dalam bahasa jawa walaupun dengan tingkat bahasa jawa yang sederhana tetapi tidak membuat pembicaraan menjadi canggung apalagi kelakar khas Medan dan Jawa bergabung dalam obrolan tetapi wak pancing tidak pernah bercerita apa yang dilakukan sehari-hari dan bagaimana kehidupan keluarganya, dia hanya bercerita tentang bagaimana dia menekuni dan percaya bahwa ikan ditempat ini tidak akan habis .



Wak pancing adalah orang kebanyakan, seperti juga yang lainnya yang mempunyai kesibukan sendiri-sendiri, bagi masyarakat umum orang ini sangat biasa dan banyak dijumpai dimana tempat tetapi tidak bagiku, orang ini adalah istimewa paling tidak buat diriku, sudah belasan tahun tetap percaya bahwa ikan pasti akan didapat dan cukup untuk makan malam, begitu percayanya dia akan adanya rejeki.

Terima kasih Wak Pancing sudah mengispirasiku.