Sabtu, 18 Juli 2020

SEPINYA HATI PREMAN (Trilogi - 1)


SEPINYA HATI PREMAN
(Trilogi 1)

Masih sedikit terasa lelah dikedua kaki dan rasa pening juga belum hilang tapi itu semua cuma bagian dari keseharian yang seharusnya tidak terbawa kesini, entahlah, tapi memang kemarin sangat menguras tenaga, masih terbayang bagaimana tiga kucing kampung mengepung dirinya disudut bak sampah, tepat di sebelah kios ikan asin, tempat yang sebetulnya paling ideal untuk menjebak kucing kampung betina yang mencoba mau menikmati sisa ikan asin atau sengaja mencari sensasi main di pasar dan kadang juga suka memancing-mancing kebirahian kucing jantan yang bermukim dikolong-kolong meja pasar.
Entah apa sebab ketiga kucing kampung itu tiba-tiba mengepung dan langsung menyerang, sempat sedikit kaget dan tersudut tapi cara berkelahi gaya kampung tidak cocok untuk dimainkan ditempat kotor dan terlalu banyak barang serta hardikan pemilik kios atau pengungjung pasar, mereka tidak mempelajari lokasi sebelum berencana menyerang, walaupun masih ada rasa kasihan terhadap ketiga kucing kampung itu tapi untuk menegakan status kucing jagoan pasar, rasa tega harus dipertontonkan, raungan khas pasar harus diperdengarkan agar mengganggu gendang telinga lawan dan menggetarkan nyali, hanya beberapa detik pada serangan mendadak itu sempat membuat pertahanan jadi mundur beberapa langkah dari lokasi serangan pertama dan setelah menyadari bahwa serangan itu cukup serius barulah dipertontonkan gaya berkelahi pasar, urakan, semborono, tanpa jurus dan yang paling kuat adalah tidak perlu rasa alias harus tega.
Ah, sebetulnya tidak perlu dipikirkankan, toh kejadian seperti itu bukan yang pertama kali, sudah berpuluh-puluh kali tapi semua dilakukan dengan sesama penghuni pasar yang sudah saling tau keseharian mereka dan setelah itu seperti tidak terjadi apa-apa, masing-masing mencari hidup dipasar, tapi mengapa ketiga kucing kampung itu tiba-tiba sengaja menunggu disudut itu, mengapa justru dirinya yang diserang, apakah ini sebuah kesengajaan ataukah sebuah pesan untuk dirinya.
Diantara Rasa kantuk mulai menjalar perlahan muncul bayang-bayang samar didepan matanya, ada tiga warna indah berputar-putar halus yang makin lama semakin jelas, warna yang sangat dikenalnya, warna putih bersih, kini bayang-bayang itu tidak lagi perputar tapi diam dan berbentuk jelas, ah….kucing rumah yang sangat dia kenal muncul jelas dimatanya, ada pita merah dan hijau di lehernya, lonceng kecil tergantung menghias dilehernya, matanya seolah menatap dalam penuh arti, tubuhnya tergolek malas sambil mengibas-ngibas ekornya bergoyang, diantara kaki depan dan belakang nampak tiga kepala mungil dengan gerakan kaku saling mendesak-desak diperutnya, suara erangan pelan sesekali terdengar, mulut-mulut mungil berebut mencari putting diperutnya, ya tiga kucing kecil semakin jelas dimatanya, satu berwarna hitam dengan dipadu putih disekitar telinga dan paha, satu berwarna hitam kuning dan putih mirip pemilik putting, dan satu domiman putih dengan bercak kuning sedikti dibagian punggung.
Tanpa disadari air matanya menetes, dicobanya memicingkan mata tapi gambaran dimatanya semakin jelas, terasa detak jantung didadanya semakin kencang, lima bulan lalu dirinya berpisah dengan mereka, sejak pemilik rumah marah melarang kucing luar masuk kelingkungan rumah, dirinya tidak bisa lagi bertemu kucing rumah itu, masih ingat bagaimana perpisahan itu hanya dengan satu kata dari pemilik rumah  “ Pretty masuk “ sambil menghalau dirinya dengan sapu ijuk dan menghardik dengan jejakan kaki dilantai sembari mencoba menepis badannya “ keluar kau Gembul” dengan setengah berlari dirinya pergi, sesekali berhenti sambil menoleh dengan harapan bisa menatap mata Pretty tapi yang terlihat hanya daun pintu yang tertutup.

Hampir setiap lewat dirumah itu dia mencoba memanggil Pretty kucing rumah, kadang dia melompat pagar masuk kehalaman atau mencoba naik keatas genting atau pagar sambil tidak berhenti memanggil tapi semua itu sia-sia, Pretty kucing rumah sudah diisolasi pemilik rumah itu.
Hari-hari berlalu tanpa Pretty kucing rumah, beberapa kucing tetangga mencoba menghibur tapi tidak dihiraukan dan ada juga yang mencoba memancing bahkan menawarkan dirinya sebagai pengganti tapi semua ditolak, dan semakin lama terasa ada perubahan dalam dirinya, kini lebih cepat tersinggung dan pemarah, sudah dicobanya untuk berkompromi dengan situasi tapi seolah dunia ini menghendaki perubahan dalam dirinya sehingga keberadaannya diperumahan itu sudah tidak lagi nyaman, tepat setelah matahari muncul perlahan dia mengikuti seseorang yang keluar pagar gerbang komplek perumahan, tidak tau harus kemana tapi dengan petunjuk langkah kaki itu pasti akan mengarah kesebuah tempat dan cukup jauh karena melewati beberapa komplek perumahan lainnya.
Sebuah tempat yang asing bagi dirinya, lorong yang kotor, bau sampah, genangan air kotor, kaki meja kotor, jauh dari apa yang dilihat selama ini diperumahan,  banyak orang hilir mudik, suara teriakan keras, suara tertawa keras, hempasan benda keras, dan Nampak semuanya begitu cepat bergerak, dan akhirnya dia kehilangan jejak kaki yang diikuti, semua kaki Nampak sama dan yang lebih membuat dia terasa aneh adalah tatapan kucing-kucing penghuni, tatapan curiga apalagi ketika perutnya terasa lapar dan menatap daging segar yang dijajarkan diatas meja dan sesekali penjualnya melempar potongan-potongan yang dianggap mulai rusak, lemparan potongan itu menjadi rebutan para kucing dan dia mencoba masuk kekerumunan tapi seolah ada tolakan keras, cakaran dan hardikan menyertai ketika dia mencoba mengambil potongan itu, tubuhnya surut kebelakang menyaksikan, lalu dia berpindah tempat mencari lokasi yang menurutnya bisa untuk menambah rasa lapar.
Dikolong kursi disebuah kedai dia meilihat potongan kepala ikan lengkap dengan duri badannya, segera langkahnya dipercepat dan betul, tidak ada kucing lain, dan dinikmatinya kepala ikan itu segera, beberapa saat ada lagi lemparan kelantai bawah kursi, potongan-potongan makanan yang menurutknya layak untuk dimakan.
Kedai itu telah membuat dirinya kerasan, hari demi hari dia mulai menikmat kebiasaan ditempat baru, berburu dan berebut makanan disiang hari, saling ejek dan saling pukul sudah mulai menjadi keseharian dan sampai suatu ketika dirinya hendak lelap tidur didepan pintu kedai, dia melihat seekor kucing jantan kumal dan jorok sedang mengintai kucing betina, suaranya dibesarkan untuk mengundang betina tertarik, tadinya dia tidak peduli tapi ketika rasa kantuknya mulai dipuncak dan terasa bahwa kucing kumal jorok itu mengganggu maka dia segera bangun dengan rasa amarah yang tinggi, dihardikanya kucing kumal jorok itu dan merasa ada yang mengganggu keasikannya si kucing kumal jorok juga marah, kini si kucing betina yang tadinya mau meladeni kucing kumal berbalik menjadi penonton.
Saling tantang dan saling hardik membuat geger isi pasar malam itu, kucing kumal adalah petinggi dan sekaligus kucing yang disegani tapi malam ini dia merasa tertantang dengan pendatang baru yang nampaknya sengaja mencarinya dan seketika perkelahian tidak terhindarkan, beberapa kali kucing kumal berhasil menghantam kepala kucing rumahan tapi bagaikan mendapatkan kekuatan dari kekecewaan diperumahan, kucing rumahan itu membabi buta, menghantam bagaikan kesetanan, suaranya menjadi lebih keras dan pada detik ke tiga puluh Nampak kucing kumal berlari sambil menekuk ekornya, berlari tunggang langgang meninggalkan gelanggang dan sibetina yang mulai bergestur memberi tanda pada kucing rumahan, aku miilikmu sekarang dalam hatinya.
Sejak saat itulah kucing rumahan menjelma menjadi kucing pasar dan berkat makanan yang berlimpah kini tubuhnya membesar dan kegagahannya menjadi idaman para kucing betina, hanya sayang kini kucing rumahan berubah menjadi kumal, berbersih diri hanya seperlunya.
Pretty kucing rumah sekarang pasti seperti yang ada tergambar dimatanya, rasanya memang seperti yang dibayangkan, anaknya tiga, dan sipemilik rumah pasti ikut bahagia, rasa rindu kembali muncul tapi tidak untuk kembali, dunianya kini adalah pasar, becek, kotor dan siraman air pedagang,  kejantanan dan kejagoanan ditunggu sampai datang dan muncul jantan lain yang bisa mengalahkan dirinya.

Sepi dan sepi hatinya mengenang, 
jagoan juga boleh menteskan air mata, jagoan itu adalah kesempatan tapi hati adalah perasaan yang muncul disetiap kesempatan.


next.Pretty Betina Rumahan (Trilogi 2)
Preman Pasar (Triogi 3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar