Sabtu, 26 April 2014

Tobelo (Halmahera island) at that time

(my serial journey to Maluku/Moluccas) 


Sedikit ceritera perjalanan di pulau Halmahera ,
Hanya berbekal alamat yang aku tuju dimulailah perjalanan yang cukup menyenangkan untuk dikenang ataupun mungkin diceriterakan, setelah tugasku selesai di Ternate maka perjalanan selanjutnya adalah pulau Halmahera, sebuah pulau besar yang belum banyak informasi yang aku dapat.


Hanya berbekal peta yang kubeli di toko buku dan informasi seadanya yang kudapat dipasar  maka sejak jam lima pagi aku sudah berada dipelabuhan penyeberangan Ternate menuju ke pelabuhan Sidangole di Halmahera, SIdangole adalah pelabuhan kecil yang bersebelahan dengan pabrik pengolahan kayu sehingga keramaian yang ada tidak lebih hanya pada saat jam sibuk pabrik.




















Sambil menikmati sarapan pagi mulailah mengumpul informasi tambahan dan tepat jam 8 pagi  kendaraan satu-satunya yang ada menuju kota Kao sudah dipenuhi penumpang, sebuah mobil kijang pick-up dijelali hampir 20 penumpang termasuk aku.


Tertawa adalah sesuatu hal yang wajib untuk dinikmati diperjalanan, jangan mencoba menggerutu dengan kondisi kendaraan karena itu akan sia-sia dan ikuti saja celoteh penumpang agar ikut tertawa dan mungkin itupulalah yang  membuat perjalanan ini sarat dengan dendam dalam hati.
Sebentar tawa menjadi terhenti apabila laju kendaraan sedikit kencang karena melawati jalan beraspal tetapi kemudian tawa kembali muncul apabila roda mobil berputar pelan dijalan berlubang atau tanah penuh debu dan kadang merayap dilumpur dan tidak jarang menyeberang sungai, inilah jalur trans Halmahera kelak.




Beberapa kali penumpang harus turun dijalan yang menanjak tajam atau menurun tajam, hal ini diharuskan dari pada kendaraan tidak dapat menanjak karena kelebihan beban atau karena sisopir kurang ahli memainkan kopling dan setir yang dapat mencelakakan mobilnya atau penumpang, sebuah kompromi yang tidak tertulis tapi ditaati.






Entah sudah berapa desa dan kota terlewati belum juga ada penumpang turun tetapi yang menarik adalah fungsi angkutan ini juga berfungsi sebagai kurir surat, beberapa kali sisupir memberikan surat atau bungkusan kecil kepada orang yang berdiri ditepi jalan desa atau kampung dan tidak jarang pula menerima surat atau bungkusan untuk diteruskan kedesa atau kampung lain tetapi ada yang membuat perasaan kita menjadi trenyuh ataupun nelangsa, apabila menyaksikan sang supir menolak penumpang yang naik diperjalanan mengingat kapasitas kendaraan tidak bisa lagi memuat tambahan penumpang, dengan sangat sabar sang supir akan menolak dengan janji akan ada kendaraan lain dibelakang, padahal sipenumpang sudah menunggu sejak dua atau tiga hari yang lalu, betapa beruntungnya aku bisa mendapatkan kendaraan ini.





Aku masih harus tetap mencoba mengikuti irama perjalanan ini, beruntung aku membawa persediaan minum dan makanan sama seperti penumpang lainnya, menikmatinya diperjalanan dan dari setiap penderitaan pasti ada kebahagiaan, ternyata disepanjang perjalanan, kita akan disuguhi oleh pemandangan alam yang indah, hutan, gunung dan laut silih berganti berada disekitar kita, kendaraan lapis baja ataupun kapal perang bekas peninggalan perang dunia kedua berserakan disepanjang pantai  yang indah, tidak perlu penjelasan tetapi mata sudah dapat bercerita mengenai indahnya Halmahera dan sesekali kita juga bisa melihat penduduk asli yang masih menggunakan pakaian tradisional berjalan beriringan ditepi hutan ataupun pantai, sungguh pemandangan yang jarang dilihat.






Memasuki  kota Kao matahari sudah mulai condong ke cakrawala barat dan tidak ada lagi kendaraan yang menuju kota Tobelo sehingga harus transit menginap di kota ini, ternyata ada penginapan walapun kondisinya sangat memprihatinkan dan kali ini aku tidak berani untuk mandi dan terpaksa aku hanya gosok gigi menggunakan air minuman botolan, aku tidak akan bercerita mengenai kondisi mck disini.
Melalui pertolongan seorang transmigran besoknya aku berhasil mendapatkan kendaraan umum pick-up menuju Tobelo, sedikit tentang temanku ini, transmigran asal jawatengah yang sudah tinggal di Halmahera sejak lima tahun lalu dan belum juga menampakan keberhasilan sehingga harus bekerja dikota membiarkan istrinya (dan juga istri-istri transmigran lainnya) menunggu dirumah .
Perjalanan ke Tobelo masih sama dengan perjalanan kemarin dan kali ini aku bisa mendengar cerita lebih tentang suka dan kebanyakan duka para transmigran .

Kota Tobelo cukup ramai dan kehidupan modern sudah mulai merapat kesini termasuk pergaulan membuat aku lebih mudah menyelesaikan tugasku tidak seperti yang kubayangkan sebelumnya.






Kembali ke Ternate kali ini aku mencoba menggunakan pesawar terbang agar bisa membandingkan sukaduka perjalanan, kali ini jadwal penerbangan sesuai dengan keinginanku walaupun dengan harga yang cukup mahal.

Pilot muda dan ramah kembali menerbangkan burung besi dengan bendera Merpati, cukup nyaman dan menyenangkan, sepanjang perjalanan aku bisa melihat rute perjalanan daratku yang ditandai dengan garis tebal membelah bumi, kadang membelah hutan dan kadang sejajar dengan garis pantai.
Ada kejadian yang cukup menggelikan, aku lupa didaerah/kota mana ketika pesawat harus transit menurunkan penumpang, dengan landasan yang cukup berdebu dan tidak mulus, pilot meluncur menuju keterminal kecil dan dari jendela cabin aku bisa melihat banyak orang berlarian menyongsong pesawat sambil membawa barang bawaannya, seperti pemandangan yang sering aku lihat di Jakarta ketika bis kota memasuki terminal dimana para penumpang berlari saling mendahului menuju bis kota.




Setelah pesawat berhenti  dan teknisi pesawat membuka pintu segera pula dia menutup jalur agar penumpang yang turun dapat leluasa keluar dan begitu dirasakan tidak ada lagi penumpang turun beberapa orang membuka jalan dikerumunan orang yang akan naik, tampaknya ada pejabat daerah yang hrus didahulukan  hal ini dapat diketahui dari baju safari yang dipakai, setelah sang pejabat duduk maka mulailah berdesakan penumpang berebut sampai didalam cabin, setelah semua penumpang duduk barulah suasana kembali tenang, yang tidak mandapatkan tempat duduk turun tetapi tetap menunggu didepan pintu cabin, lalu mulailah dialog terjadi antara si teknisi dengan para penumpang diluar, ternyata semua berharap akan dapat terbang hari ini dan diantara mereka tampaknya juga ada orang penting yang tidak kebagian sehingga dialog agak alot dan memaksa pilot keluar cockpit membantu, lalu negosiasi dilakukan, penumpang yang sudah  baru duduk kembali diabsen dan ada dua orang yang belum berhak duduk sesuai nomor urut daftar penumpang dan dengan berbahasa halus maka kompromi dilakukan, si pilot membisikan sesuatu ke telinga




pejabat yang sudah duduk dan tidak lama kemudian pejabat itu memerintahkan dua orang yang sudah duduk untuk keluar dan digantikan penumpang yang berhak sesuai dengan nomer urut.
Rupanya kejadian seperti ini bukan hal yang aneh disini, keterbatasan komunikasi dan kekuasaan setempat menjadikan kejadian seperti ini tidak bermasalah, dan ternyata memang demikian setelah beberapa kali aku mengalami hal serupa.
Sejak itu seperti ketagihan akan petualangan demikian juga aku tidak pernah menolak untuk penugasan ke Maluku Utara.

Semua kenangan periode 1990-1993 itu dapat dinikmati melalui foto yang aku ambil memalui kamera analogku dan masih bisa kuselamatkan dari kerusakan penyimpanan, kenangan  di Ternate, Halmahera ataupun perjalanan ke pulau Bacan dan pulau lainnya Semoga keindahan ini tidak hilang ditelan jaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar